Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Sebungkus Gudeg
"Makan dulu ya?" katamu.
Aku tersenyum, aku memang lapar sepulang kantor ini, tapi aku juga belum mandi dan sepertinya itu akan mengurangi kenikmatan makanku. Tapi bujukan bertubi itu aku iyakan juga. Ditambah aroma gudeg sehabis dipanasi juga membuatku semakin lapar saja. Aku beranjak ke dapur untuk mengambil piring. Aku pun mengambil nasi dan gudeg itu pun sudah di depan mata. Aku pun makan, hmmm.. enak, ku bilang. Kamu tersenyum saja melihat tingkahku manja.
Keburu malam, setelah kenyang, aku ingin pulang. "Aku pulang dulu ya?" kubilang. Kamu mengiyakan. "Tunggu sebentar." Ada apa? "Aku bawakan kamu gudeg." Bergegas ke dapur dan kamu pun membungkus gudeg. Aku pun tersenyum. Haru sebenarnya.
Kamu sodorkan tas plastik hitam. Sebungkus gudeg berpindah ke tanganku. "Terima kasih," kubilang, "Pasti kuhabiskan," bisikku dalam hati. Bukan hanya karena gudeg itu enak tapi ketulusan yang kamu berikan.
Aku pun pulang, sebungkus gudeg kugantungkan di gantungan yang ada di sepeda motorku. Angin malam tak kuhiraukan. Karena aku harus pulang.
Sudah cukup malam ketika aku sampai di rumah. Wajah ibuku kelihatan lega melihat kedatanganku, sudah dari tadi dia menungguku dengan kuatir ditambah karena tidak berhasil menghubungi lewat telepon genggamku. Iya, memang, baterenya habis sejak sore tadi.
Aku masuk rumah sambil menenteng helm. "Oh, ya," aku berlari kecil ke arah motor yang ada diteras rumah. Teringat sebungkus gudeg darimu. Aku pun membelalak, tidak ada sesuatu yang menggantung di gantungan motorku. Sebungkus gudeg itu ke mana? terjatuh? di mana? Cepat-cepat aku mengambil kunci motor, dan kustarter lagi. "Mau kemana lagi?" teriakan ibuku kudengar. "Keluar lagi sebentar," balasku.
Aku melaju perlahan, tiap ruas jalan kuperhatikan, berharap sebungkus gudeg itu kutemukan. Sebenarnya aku sudah lelah, tapi aku tidak rela. Sebungkus gudeg itu hilang begitu saja. Angin semakin dingin. Ah ... ada di mana? adakah orang yang mengambilnya? kenapa tega?
Tuhan ... Ah, kusebut juga Tuhan demi sebungkus gudeg. Tapi buatku itu tidak hanya sebungkus gudeg. Namun, akhirnya aku menyerah, kalah. Sebungkus gudeg itu harus kurelakan. Aku memutar arah dan pulang.
Sampai di rumah lagi. "Ada apa?" tanya ibuku. "Ada yang jatuh," jawabku lesu. "Aku mau mandi dulu," kataku lagi, berlalu dan berharap ibu tidak memaksaku menjawab pertanyaannya yang lain.
Aku tidak mau menjelaskan, kehilangan itu cukup mengecewakan. Sebungkus gudeg yang dibungkus dengan sepenuh hati itu hilang begitu saja, tanpa aku sadari. Aku sungguh kecewa karena tidak hati-hati. "Maafkan aku ya," aku hanya berani bilang dalam hati. Kalau kamu ingin tahu, sebungkus gudeg itu sungguh berarti. Aku melihat kebaikanmu, kasihmu saat kamu membungkus gudeg itu. Kalau aku berdoa supaya menemukannya tapi tidak menemukannya, aku pun berdoa kiranya sebungkus gudeg itu tidak akan sia-sia begitu saja. Aku berharap ada seseorang yang menemukannya dan itu bermanfaat dan menjadi berkat baginya. Seperti kasih-Nya melaluimu yang sudah kamu berikan kepadaku, aku ingin juga orang lain merasakan kasih-Nya melalui sebungkus gudeg itu. Aku pun terus saja berharap ... hingga tidur mengambil alih pikiranku.
28.08.06/20.19 -- 30/08/06--14.28
...4bebe
"kita berbeda dalam semua kecuali dalam CINTA"
- Eudice's blog
- 4975 reads