Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Sebuah Perumahan Di Hilir Kampung
Hampir setiap hari kami melewati rumah-rumah kecil yang di ada atas gunung itu. Sebuah perumahan yang terletak di hilir kampung. Rumah-rumah kecil yang dibangun dengan model yang hampir sama. Tanpa dinding, hanya dikelilingi pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa. Pagar yang menjadi pembatas antara dalam dan luar rumah. Susunan rumah tidak begitu beraturan, namun tetap terlihat menawan. Sebuah kayu cantik yang tertancap di depan setiap rumah menambah keindahannya. Kayu yang dihias dengan ukiran warna-warni khas di tiga ujungnya, dua ujung horizontal dan satu ujung vertical bagian atas.
Kami hanya melewatinya, bukan berkunjung. Kami melewatinya karena ada sebuah keharusan. Hanya ada satu aliran sungai yang menjadi jalur utama menuju ke ladang-ladang petani ke daerah hilir dan sungai itu mengalir melewati tebing perumahan itu.
Dapat ku lihat jelas orang-orang di dalam rumah-rumah kecil itu tertidur. Ketika pagi mereka terlihat tersenyum tenang karena matahari pagi menghangatkan mereka. Menjelang malam mereka tetap hangat, karena rumah mereka yang kecil tidak memberi banyak ruang untuk hawa dingin. Mereka hangat di sana. Beberapa orang yang ku sayangi ada di sana.
Selama aku berada di kampung ada dua orang yang baru pindah ke sana. Seorang lelaki tua dan seorang lagi adalah seseorang yang pernah tinggal bersama kami. Kami semua tak menginginkan seseorang itu pindah, namun kami pun tak dapat menahannya untuk tetap tinggal. Waktunya untuk pindah sudah tiba. Sebuah perpisahan. Kami tak boleh begitu sedih. Suatu saat kami semua juga akan pindah ke sana.
Sebuah rumah kecil didirikan untuknya. Banyak orang yang terlibat untuk membangun rumah kecil itu dan hanya butuh sehari untuk menyelesaikannya. Aku sempat melihat orang-orang yang sibuk membuatnya. Tidak banyak kata-kata yang keluar dari mulut mereka seperti ketika mereka sedang bekerja di ladang. Mungkin saja mereka asik menikmati suara bising mesin ketam yang terdengar seperti suara orang menangis. Sudah sering ku lihat pemandangan seperti itu, tapi baru kali ini ada perasaan aneh yang tak kupahami. Aku tak menyukainya. Perasaan yang juga kadang muncul setiap kali melewati rumah-rumah kecil di atas gunung itu. Pernah ku lihat seseorang meninju dinding. Kepalan tangan itu pasti sakit. Bayangan itu yang muncul ingin ku lakukan setiap kali perasaan aneh itu datang.
______
Beberapa kali kami melewati perumahan itu ketika kegelapan sudah menyelimuti bumi. Aku berharap dapat melihat setitik cahaya di sana. Mungkin saja ada cahaya lampu tembok seperti yang pernah ku lihat ketika melewati sebuah pondok pada hari gelap. Harapanku tak terpenuhi. Atap-atap seng putih yang menyilaukan mata saat matahari terik di pagi dan siang hari itu sedikitpun tak nampak. Lenyap ditelan kegelapan malam.
Hingga suatu saat yang tak terduga sebuah kesempatan datang. Perahu yang membawa kami pulang tiba di depan perumahan yang sudah bersembunyi dalam kegelapan malam. Dari dalam perahu tiba-tiba ku lihat dua buah cahaya di sekitar perumahan itu. Bukan lampu tembok seperti yang ku harapkan. Cahaya itu sangat terang, cahaya yang sepertinya tak asing bagiku. Ku buka mataku lebar-lebar tak ingin kesempatan itu hilang. Aku ingin tahu sesuatu yang sedang bersembunyi di balik cahaya itu. Mungkin saja aku dapat melihat aktivitas orang-orang yang tinggal di sana. Belum lagi mataku perih karena hembusan angin malam yang cukup kencang, cahaya itu lenyap tanpa jejak. Aku tak tahu ke mana cahaya itu pergi. Masih bertanya dalam hati, tiba-tiba ku rasa sesuatu yang begitu dingin menyentuh pundak belakangku. Buluku merinding. Terkejut. Aku tak berani menoleh apa lagi memegang sesuatu yang sedang menempel di punggungku. Tiba-tiba terdengar sebuah bisikan, yang membuatku akhirnya memberanikan diri menoleh ke belakang.
Dalam sekejap penasaranku hilang. Bisikan itu membuatku sadar sesuatu yang dingin itu adalah tangan seseorang yang duduk di belakangku. Ia juga menyaksikan apa yang ku lihat, namun tidak setegang aku karena ia tahu apa yang ada di balik dua buah cahaya itu. "Ada orang mencari binatang" katanya mengulang bisikannya kembali saat aku memintanya. Cahaya itu adalah cahaya senter milik dua orang pemburu. Mereka sedang mencari binatang hutan yang mungkin sedang berkeliaran di sekitar perumahan itu.
Lakukan segala sesuatu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia ...
- ely's blog
- Login to post comments
- 4438 reads