Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Salah orang tua atau anak? Part I
Cerita ini terinspirasi dari kehidupan keluarga teman saya semasa kuliah yang mungkin banyak terjadi juga di luar sana.
Teman saya Nindy punya seorang adik bernama Elsa. Elsa mengikuti kakaknya untuk berkuliah di salah satu kota besar jauh dari orang tuanya karena saat itu kedua orang tuanya sibuk bekerja sehingga dia merasa kesepian di rumah sendirian, dan kedua orang tuanya pun setuju untuk membiarkan Elsa mengikuti kakaknya. Awalnya Elsa dan Nindy masih bisa menghabiskan waktu bersama, pulang-pergi kampus selalu bersama-sama. Tapi memasuki tahun keempat Nindy memilki jadwal yang padat, kuliah dari pagi sampai malam, bahkan di hari sabtu pun masih harus berkuliah sambil mengerjakan skripsi hingga malam. Elsa merasa kakaknya mulai sibuk dengan urusannya sendiri tanpa perduli dengan dia. Disinilah awal dari 'masalah' itu muncul.
Elsa mulai akrab dengan jejaring sosial. Dia berteman dengan orang-orang baru yang bahkan belum pernah dia temui. Bahkan menurut cerita Nindy, Elsa sering chatting dari malam sampai pagi dengan orang-orang yang tidak dia kenal apalagi kalo yang ngajakin chatting adalah cowo yang profpicnya kelihatan ganteng (padahal belum tentu itu foto asli atau tidak). Enam bulan kemudian saat jam hampir menunjukkan tengah malam Nindy mendengar Elsa menelepon seorang cowo dan berbicara dengan sangat akrab dan memanggil si cowo dengan panggilan 'sayang'. Setiap kali si cowo menelepon ataupun Elsa yang menelepon, Elsa langsung masuk kamar dan mengunci kamarnya. Nindy jadi mulai curiga, lalu suatu hari dia pun bertanya pada Elsa tentang siapa cowo itu, awalnya Elsa cuma bilang itu teman kampusnya. Namun setelah didesak akhirnya dia jujur dan bilang itu pacar barunya yang kenal di jejaring sosial. Cowo itu berasal dari kota yang sama dengan mereka.(jadi Elsa dan si cowo terlibat LDR) Elsa juga bercerita kalau dia belum pernah bertemu dengan cowo itu tapi dia suka dengan perhatian si cowo yang menanyakan kabarnya, mendengarkan curhatannya, dan bla bla.
Dua bulan berikutnya tingkah Elsa juga semakin aneh. Dia sering marah kalau Nindy lagi-lagi bertanya tentang cowo barunya itu ataupun ketika Nindy menasehatinya untuk tidak terlalu percaya dengan cowo2 yang kenal di jejaring sosial. Tapi yang sangat mengagetkan Elsa menjawab," Aku juga gede, udah tau mana yang baik ato ga. Seenggaknya dia peduli sama ak, ga seperti keluargaku sendiri yang ga peduli. Dia mau dengerin curhatanku, dia ada saat kalian ga ada." Nindy semakin bingung dengan jawaban adiknya itu. Semenjak itu Nindy mulai meluangkan waktu untuk adiknya dengan megajaknya makan atau nyalon bareng tapi si adik malah menolak dan lebih memilih di rumah karena cowonya akan menelepon. Nindy pun kembali tenggelam pada kesibukannya mengerjakan skripsi. Tapi tetap berulang kali Nindy mengingatkan Elsa untuk berhati2.
Sebulan kemudian tiba-tiba Elsa mengatakan kalau dia mau ikut retreat bersama temannya selama 3 hari, Nindy membolehkan dengan memberinya nasehat untuk berhati2 dan sering2 menelepon. Di hari kedua Elsa pergi Nindy meneleponnya tapi sambungannya dialihkan. Nindy mencoba terus lalu pada malam harinya Elsa menjawab telepon itu dengan marah2, "Ngapain sih nelpon mulu? Aku ni udah gede ga perlu ditanyain tiap detik. Kakak ga percaya sama aku?!" Nindy mencoba menenangkan adiknya tapi malah diputus teleponnya. Keesokannya saat Nindy mencoba menelepon lagi sambungannya juga dialihkan, padahal Nindy hanya ingin bertanya pulang jam berapa dan dijemput dimana. Sampai malam Nindy tidak dapat menghubungi Elsa. Nindy bingung harus menghubungi siapa. Nindy ingat saat Elsa pernah menggunakan hpnya untuk menelepon teman dekatnya, lalu Nindy pun menghubungi teman Elsa tersebut. Saat ditanya tentang retreat yang mereka lakukan, jawaban temannya Elsa membuat bulu kuduk Nindy merinding, " Retreat yang mana, kak?? Kita ga kemana2 kok, kak.Elsa juga cerita dia mo ikut retreat." Sontak saja Nindy langsung pucat pasi. Kalau tida ikut retreat kemana Elsa pergi selama 3 hari?? Nindy menunggu kepulangan Elsa di depan pintu sampai pagi menjelang tapi tidak ada bel berbunyi ataupun pintu dibuka.
Elsa ga pulang malam itu.
Keesokan paginya Nindy juga menelepon Elsa tapi tetap saja sambungannya dialihkan. Nindy juga menelepon teman2 SMA Elsa tapi ga ada satu pun yang tau keberadaan Elsa. Nindy pun menunggu Elsa di depan pintu kalau2 Elsa pulang malam itu. Dan hari itu pun Elsa ga pulang ke rumah. Sekitar jam 9 esok harinya Elsa menelepon Nindy, katanya di berada di bandara dan akan pulang ke rumah orang tuanya. Serasa seperti ditampar Nindy pun mulai menanyai Elsa kemana saja selama 3 hari, Elsa bilang dia nginep di rumah teman kampusnya yang lain dan sekarang juga sedang menunggu penerbangan ke kota lahir mereka, Surabaya. Padahal Nindy sudah memesan tiket untuk mereka berdua pulang bersama pada minggu depan karena jauh sebelumnya mereka sudah merencanakan untuk pulang. Nindy pun menangis saat itu juga. Bukan karena tiket yang sudah dibeli jadi hangus tp karena dia merasa sudah gagal menjadi seorang kakak. Dia juga menyalahkan dirinya sendiri atas perilaku adiknya itu. Dalam hati Nindy bertanya apa yang membuat Elsa ingin pulang lebih cepat.
Kelakuan adiknya tidak berhenti sampai disitu malah itu adalah permulaan. Setelah 3 hari Nindy berada di Surabaya ayahnya mengajak mereka sekeluarga untuk makan bersama di sebuah restoran, tapi Elsa menolak untuk ikut. Dia bahkan membatasi bicara dengan keluarganya. Sepulang dari restoran sekitar pukul 11 Nindy tidak melihat Elsa di rumah. Pembantu rumah tangga bilang Elsa pamit pergi 10 menit setelah nindy dan orang tuanya pergi. Menit demi menit pun berlalu sampe akhirnya jam 12 malam bel rumah berbunyi. Nindy yang menunggui Elsa bersama ibunya langsung beranjak ke ruang depan. (Ayahnya baru beberapa bulan sebelumnya dioperasi jadi sesuai saran dokter hrs banyak istirahat) Ketika melihat Elsa (wajahnya sedikit berbeda dari biasanya) Nindy pun langsung bertanya darimana saja dia, tapi Elsa langsung menunduk dan terisak. Tiba2 Elsa langsung berlari dan bersimpuh di kaki ibunya,
"Ma, Elsa minta dkawinkan." katanya sambil menangis tersedu dan terisak-isak. Nindy bingung dengan perkataan adiknya.
"Memangnya ada apa, Elsa?" tanya ibunya sambil menarik tubuh Elsa untuk berdiri. Tp Elsa menolak berdiri tangisnya semakin kenceng.
"Aku udah, hu..hu..aku udah...." kata Elsa terbata-bata. Nindy terkejut tak menyangka, dia sudah tau lanjutan kalimat Elsa. Emosinya langsung naik tapi bukannya marah dia malah ikut menangis. Menangis karena syok dan tak percaya, adik yang selama ini dekat dengannya yang dia pikir sudah cukup dewasa untuk menghadapi masalah apapun ternyata di dalamnya masih sangat labil. Nindy juga tau Elsa sudah menjadi korban laki2 bejat.
"Sama siapa? Laki2 yang ga jelas itu?" tanya ibunya dengan tangan terkepal menahan marah.
"I-Iyaa.. di kosannya ta-tadi." Elsa menjawab dengan terbata2. Ibu Nindy menarik napas.
"Bereskan semua barang2mu, besok pagi aku ga mau liat mukamu lagi di rumah ini!" Kata ibunya dengan marah lalu beranjak meninggalkan Nindy dan Elsa. Nindy hanya bisa terdiam. Belakangan Nindy baru tau kalau cowo itu meyakinkan Elsa bahwa hanya dirinya yang paling mengerti Elsa bahkan keluarganya pun tidak peduli pada Elsa. Jujur saja setelah mendengar jawaban ibunya itu dalam cerita Nindy aku maklum. Orang tua manapun ga pernah berharap anaknya jatuh ke dalam dosa. Aku bisa merasakan kemarahan Ibu Nindy yang begitu dalam sehingga kalimat yang keluar dari mulut ibunya sangat menyakitkan hati. Mungkin itu dipengaruhi oleh emosi yang tidak tertahan. Sejauh yang kutau keluarga Nindy adalah keluarga bahagia yang tidak pernah tertimpa hal-hal negatif sampai hal ini terjadi. Nindy dan Elsa bahkan bisa dibilang sangat tekun bersaat teduh tiap malam. Hidup mereka lurus dan tidak pernah ikut2 dalam 'kesenangan sesaat'nya anak muda. Lalu mengapa hal ini bisa menimpa Elsa? Apakah ini salah orang tuanya atau anaknya?
I lay down and slept; I wakened again, for the Lord sustains me.
- pund8005's blog
- Login to post comments
- 4362 reads