Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ratusan Mata Dicelikkan
Kondisi kaki pak Slamet tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Kemana-mana dia menunggang semacam kursi beroda yang telah dimodifikasi sehingga terdapat setang di depannya. Cara menjalankannya adalah dengan ditarik sepedamotor di bagian depan.
Selain tidak dapat berjalan, fungsi penglihatan pak Slamet juga sudah mulai menurun. Matanya menderita katarak. Itu sebabnya dia mendaftarkan diri ikut operasi mata gratis. Pada saat pemeriksaan kesehatan, pak Slamet ini tidak lolos penyaringan karena tingkat gula darah tinggi. Namun melihat kondisi tubuhnya yang berkebutuhan khusus, panitia berpikir sungguh kasihan pak Slamet ini. Tubuhnya sudah tidak bisa berjalan sendiri, masih ditambah sebentar lagi akan mengalami kebutaan. Lalu kami sedang memikirkan cara agar pak Slamet ini dapat ditolong di luar aksi sosial ini. Kami sedang mempertimbangkan untuk memfasilitasi dia untuk dioperasi di rumah sakit.
Tanpa disangka, pada hari pertama, pak Slamet datang ke tempat operasi katarak. Dia muncul sambil membawa hasil lab yang menerangkan bahwa dia berhasil menurunkan kadar gula darah. Wah bagaimana nih? Jika dimasukkan ke dalam daftar pasien, masalah yang muncul apakah dokter memiliki lensa mata cadangan? Soalnya dalam aksi sosial ini lensa mata yang disiapkan memang disesuaikan dengan ukuran mata pasien. Setelah dikonsultasikan dengan dokter, ternyata ada lensa cadangan yang bisa digunakan. Berkat kegigihannya, maka pak Slamet dapat menjalani operasi.
Saat kontrol tadi pagi, hasilnya sangat bagus. Pak Slamet bisa melihat benda berjarak di atas 5 meter!
Itulah sekelumit kisah mengharukan dari aksi sosial operasi mata gratis yang diadakan oleh berbagai elemen lintas agama di Klaten.
Setelah melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap sebanyak 413 orang, panitia menetapkan 130 orang yang dapat menjalani operasi mata yang diselenggarakan pada Jumat-Minggu, 7-9 Desember 2012 di wisma Narwastu, Klaten. Sebagai pelaksana operasi, panitia bekerjasama dengan tim dokter dari Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami) JawaTengah, di bawah koordinator dr. Elisa Manueke, SpM, Letnan Kolonel (direktur R.S. A.U. Adisoemarmo Solo). Operasi dilaksanakan di sebuah rumah yang telah disterilisasi dan disulap menjadi ruang operasi. Operasi yang dilaksanakan selama 3 hari itu berhasil mengoperasi 123 bola mata.
Ada yang istimewa aksi sosial operasi katarak ini. Berbeda dengan aksi sosial biasanya, kali ini dokter akan mengukur mata setiap pasien sehingga lensa pengganti yang terpasang akan sesuai dengan kondisi mata. Selain pasien dewasa, panitia juga menanggung biaya operasi atas 2 balita yang dilaksanakan di rumah sakit umum. Selama pemeriksaan kesehatan, pelaksanaan operasi dan pemeriksaan kesehatan paska operasi, panitia tidak memungut biaya apa pun. Bahkan ada bantuan biaya transportasi sekadarnya kepada pendaftar dan pasien.
Persiapan
Sehari sebelum pelaksanaan operasi, tim medis dari RS Angkatan Udara sudah datang dengan membawa peralatan operasi. Saat menata ranjang, timbul masalah karena dua ranjang yang disediakan oleh panitia tidak sesuai dengan kebutuhan dokter. Kami pun kelabakan mencari ranjang operasi. Dengan kebingungan, kami mendatangi toko penjual mebel dari alumunium. Ternyata ada, namun harganya termasuk tinggi. Sebelum dibayar, kami mendapat kabar bahwa kami bisa meminjam ranjang dari RS AU.
Setelah semua peralatan dimasukkan ke dalam ruang operasi, maka tim medis kemudian melakukan sterilisasi ruangan. Alat untuk mensterilkan berupa empat buah lampu tabung UV berwarna ungu. Alat ini harus dinyalakan minimal 8 jam sebelum operasi. Kami pun mengunci ruang operasi dan pulang ke rumah untuk beristirahat. Tiba-tiba pada pukul 22, jaringan listrik mati. Blaik! Jika pemadaman ini berlangsung lama, maka proses sterilisasi bisa gagal. Kami berkomunikasi via HT dari rumah masing-masing untuk mendiskusikan kemungkinan terburuk. Jika listrik padam lebih dari setengah jam maka kami memutuskan untuk menghidupkan genset untuk mengaliri lampu UV tersebut. Namun pemadaman tidak berlangsung lebih dari 20 menit. Meski demikian, tak urung kejadian itu membuat kami tidak bisa tidur nyenyak karena khawatir tiba-tiba aliran listrik padam lagi. Ternyata tidak.
Pelaksanaan Operasi
Operasi hari pertama dimulai terlambat satu jam dari jadwal karena harus mempersiapkan semua peralatan. Setelah siap, petugas mulai memanggil pasien. Mula-mula mereka memeriksa tekanan darah pasien. Beberapa pasien mengalami tekanan darah yang terlalu tinggi sehingga harus dipulangkan. Mereka diminta datang pada hari berikutnya. Apabila tensi normal, prosedur berikutnya adalah pencukuran bulu mata. Setelah itu petugas mengenakan penutup rambut yang mirip jala ke kepala pasien. Lalu mereka meneteskan obat agar bola mata pasien agar siap dioperasi. Petugas berkali-kali memeriksa bola mata dengan menyorotkan senter sambil meneteskan obat mata. Jika mata pasien sudah siap maka diantarkan masuk ke ruang operasi. Pembedahan berlangsung sekitar 20 menit. Pada hari Jumat itu, dokter berhasil mengoperasi 28 pasien.
Hari kedua aksi sosial operasi katarak berlangsung seru. Hari Sabtu itu kami menargetkan mengoperasi 50 orang. Meskipun jumlahnya lebih banyak daripada hari kemarin, namun justru hari ini tidak begitu melelahkan. Barangkali karena semua sudah siap. Sementara kemarin meski hanya menargetkan 30 orang tapi rasanya lebih melelahkan.
Kegiatan dimulai dengan mengontrol hasil operasi hari sebelumnya. Pukul 6:30 pasien sudah berdatangan. Pada pukul 7, dokter Elisa Manueke dan dokter Esti mulai memeriksa kondisi mata paska operasi. Secara umum hasilnya baik.
Semangat Pasien
Sebagian besar pasien operasi katarak ini sudah berusia lanjut. Kebanyakan dari mereka memiliki tekanan darah yang tinggi. Beberapa pasien terpaksa mengalami penundaan operasi sembari menunggu tensinya turun. Maka berbagai usaha pun dilakukan pasien dan keluarganya untuk menurunkan tekanan darah. Ada yang minum obat. Ada pula yang berbaring santai. Ada pula keluarga yang mengajak calon pasien berjalan-jalan ringan. Yang menarik, ada keluarga yang membeli jus melon dan meminumkannya pada calon pasien. Ide ini kemudian diikuti oleh keluarga lain. Mereka membeli buah-buahan segar yang dipercaya ampuh menurunkan tekanan darah.
Peserta operasi tidak hanya berasal dari Klaten saja. Ada juga pasien yang berasal dari luar kota-kota lain seperti Gunungkidul, Sukoharjo, Tangerang, Tegal, Solo, Madiun, dan Grobogan. Mereka rela menempuh perjalanan yang lama dan melelahkan demi mendapatkan kesembuhan.
Aksi sosial ini dilaksanakan setelah melihat kenyataan bahwa Indonesia merupakan penyandang penderita katarak dengan jumlah terbesar di Asia Tenggara. Dari data nasional, jumlah penderitanya mencapai 4,5 juta orang dengan pertumbuhan sekitar 240 ribu penderita per tahun.
Aksi Sosial Operasi Katarak gratis ini diselenggarakan bersama-sama oleh berbagai elemen lintas lintas iman. Komponen pendukungnya adalah Gereja Kristen Indonesia (GKI) Klaten, P.C. Lakpesdam NU, FKUB (Forum Kebersamaan Umat Beriman) Muda Klaten, Pesantren Darul Afkar Klaten, Pesantren Interaksi Indonesia- Jakarta, Banser Ansor Klaten, Komunitas Mitra Multikultur Indonesia Klaten, Gafatar, dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) yang ada di Klaten.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban aksi sosial ini maka Banser NU akan mengerahkan puluhan anggotanya.
Klarifikasi
Pada hari kedua, kami mendapat kabar bahwa ada media on-line yang menulis informasi aksi sosial ini dengan tidak benar. Sehubungan dengan itu kami ingin mengklarifikasi tulisan tersebut.
Tulisan tersebut menyebutkan bahwa aksi sosial ini adalah untuk kristenisasi. Informasi ini tidak benar karena aksi sosial ini diselenggarakan bersama-sama oleh masyarakat lintas iman. Panitia terdiri dari relawan dari berbagai agama. Aksi ini adalah semata-mata bermisi kemanusiaan.
Tulisan tersebut menulis bahwa sebagai ucapan terima kasih kepada gereja, setiap pasien yang berobat, termasuk umat Islam, diharuskan mengucap syukur kepada Yesus. Tulisan ini jelas mengandung fitnah karena tidak berdasarkan pada fakta. Seluruh pelaksanaan operasi ini semuanya dilakukan oleh tim medis yang profesional. Mereka terikat pada kode etik yang melayani pasien tanpa memandang latar belakang agamanya. Mereka juga mustahil menyuruh pasien mengucap syukur pada Yesus karena tim medis ini juga dari berbagai agama. Ada juga yang beragama Islam. Bahkan salah satu dokter yang mengoperasi berasal dari Rumah Sakit Islam, Klaten. Begitu keluar dari ruang operasi, pasien hanya difoto untuk dokumentasi kemudian dijemput oleh keluarganya. Jadi tuduhan itu mengada-ada.
Penulisnya juga mengatakan bahwa dia tidak bisa mewawancarai panitia karena dihalang-halangi oleh BANSER tanpa alasan yang jelas. Sekali lagi informasi ini juga salah. Kami sudah mengkonfirmasi pada Banser yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah menghalang-halangi wartawan. Buktinya, ada beberapa wartawan yang mewawancara panitia. Setiap orang yang memiliki niat baik dan memiliki keperluan yang jelas tidak akan dihalang-halangi oleh Banser yang mengamankan acara.
Di dalam kaidah jurnalistik, kita mengenal objektivitas, keberimbangan, cek-ricek dan faktual.Unsur-unsur itu telah diabaikan pada tulisan itu. Oleh sebab itu, saya sengaja tidak menyebut tulisan itu sebagai 'berita' karena tidak memenuhi kaidah dasar dalam penulisan berita.
***
Demikian catatan saya seputar pelaksanaan aksi sosial operasi mata katarak. Kami bersyukur bahwa aksi sosial ini dapat berlangsung dengan baik. Kami berterimakasih kepada Letkol dr. Elisa Manueke SpM dan tim medis dari RS AU Adisoemarmo, dr. Winarni dari RS Pandanaran Boyolali, dr Esti dari Rumah Sakit Islam Klaten, Kodim Klaten, Polsek Kota Klaten, para donatur dan berbagai elemen masyarakat di Klaten yang memungkinkan acara ini terselenggara.
------------
Communicating good news in good ways
- Purnawan Kristanto's blog
- Login to post comments
- 5739 reads