Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Kasih Allah, respons manusia, kesetiaan dan keselamatan
Kita telah belajar memahami bahwa Tuhan memiliki rencana yang baik terhadap manusia dengan memberikan Firman-Nya, isi hati-Nya, rencana-Nya, maksud-Nya, aturan-aturan-Nya dan kemudian Anugerah-Nya dengan memberi kesempatan semua orang untuk mendengar informasi penting-Nya, panggilan-Nya dan berharap sebanyak-banyaknya manusia menanggapi panggilan-Nya dengan memberikan respon terbaik terhadap undangan-Nya itu, yang berdasarkan respon manusia tersebut, Tuhan dapat bekerja dalam segala sesuatu sampai Dia dapat memberikan keselamatan kepada gambar-Nya itu.
Kitab Kejadian, disamping mengungkap kisah penciptaan bumi berikut isinya, juga mengajar kita bahwa Tuhan bukan hanya memberikan sesuatu yang baik, misalnya anugerah berupa kesempatan untuk menjadi seorang manusia yang pada mulanya hidup dalam kenyamanan, karena saya yakin bahwa sebelum jatuh dosa, tentulah Adam dan Hawa hidup dalam “segala” kemudahan dan kenyamanan, mereka tidak perlu bercocok tanam, tinggal makan minum sepuasnya dan lain sebagainya, namun ternyata juga ingin melihat apakah manusia ciptaan-Nya itu mengasihi Dia. Dan sebagai uji kasih, Tuhan ingin melihat itu dari sisi ketaatan, karena (saya berpendapat) bagaimanapun hubungan Allah dan manusia adalah secara vertikal, antara Pencipta dan yang diciptakan, antara Tuan dengan hamba, antara Pemilik dengan yang dimiliki, sehingga loyalitas, ketaatan, dapat menjadi salah satu tolok ukur ada tidaknya kasih manusia terhadap Tuhan.
Lalu kitab Musa itu mengisahkan bagaimana Tuhan mendapati bahwa loyalitas manusia, kasih Adam dan Hawa kepada Tuhan ternyata sangat buruk dibuktikan dengan pengkhianatan manusia terhadap perintah Tuhan.
Lebih jauh lagi kitab Musa juga mengungkap kelemahan-kelemahan manusia di era seputar nabi Nuh, dimana kecenderungan manusia adalah kejahatan semata, manusia telah “menjadi daging” yang beberapa pengkotbah memahami itu sebagai “kecenderungan berbuat dosa”. Lalu kisah-kisah yang lain, perzinahan Lot dengan kedua anak perempuannya, kisah-kisah pemberontakan Israel, bahkan dosa-dosa kelicikan raja Daud, dan masih sederetan yang sangat panjang mengenai kelemahan manusia, khususnya dalam hal ketidak taatannya kepada Tuhan.
Semua informasi kebobrokan akhlak manusia yang secara terang-terangan ditulis di Alkitab tanpa tendensi menutup-nutupi kelemahan manusia memberitahu kita bahwa sebenarnya begitu banyak aniaya yang telah dilakukan manusia kepada Tuhan, yaitu Tuannya sendiri, dan tanpa anugerah-Nya maka “semua” manusia sebenarnya pantas menerima kemarahan Allah, murka Allah dan hukuman-Nya. Saya memuji Tuhan untuk Kitab Jujur (Alkitab) yang memberitahu kita bahwa bahkan seorang nabi pun bisa salah, bukan suatu tokoh yang begitu suci sehingga perlu dipuja-puja yang dengan cara itu justru dapat menohok perasaan Allah. Sebatas meneladani apa yang baik, yang telah dilakukan oleh para nabi, sejauh itulah yang boleh kita lakukan.
Puji Tuhan. Dia perlu untuk terlebih dahulu memberitahu manusia, bahwa umat-Nya itu butuh Dia, perlu anugerah-Nya, perlu pengampunan-Nya yang tanpa itu tidak akan mungkin dapat memasuki kehidupan abadi yang penuh kenyamanan dan sukacita.
Kitab Musa juga memberitahu kita suatu gambaran bagaimana manusia dapat memperoleh pengampunan-Nya. Tuhan tetapkan adanya Imam Besar, lalu imam-imam Allah, lalu adanya korban-korban penebus salah dan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan seseorang yang secara tidak sengaja berbuat dosa tertentu sampai ia memperoleh pengampunan Allah, karena tanpa pengampunan, maka ancaman hukuman Allah akan TETAP ADA, …
Karena itu, ketika seseorang masih hidup, maka itulah kesempatannya untuk memperoleh pengampunan, atau dosa-dosanya dan berikut ancaman hukumannya akan dibawa mati, dan pasti akan digenapi di hari Penghakiman.
Kemudian Kitab para nabi menubuatkan Yesus Kristus sebagai “Domba Allah” yang berlaku “abadi” sebagai korban penebus salah (Yesaya 53:1-12), yang manfaatnya jauh lebih sempurna dari korban-korban penebus salah yang entahkah berupa kambing domba maupun lembu sapi, dan sekaligus Diri-Nya sebagai Imam Besar yang menjadi jembatan antara Allah yang Kudus dengan manusia berdosa.
Lalu Injil Yohanes dengan indah memberi informasi kepada semua orang dari segala suku bangsa, yaitu kepada siapapun yang mau menerima (dengan hatinya) bahwa Yesus adalah Tuhannya, Penciptanya, pemiliknya, Juruselamatnya, maka kepada mereka akan dikaruniakan kuasa untuk menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12), dan kuasa tersebut adalah Roh Kudus yang keluar dari Pribadi (Allah) Bapa (Yohanes 15:26) dan manifestasi Roh Kudus itulah yang akan melakukan pembaharuan hati nurani maupun akal budi kepada para pemercaya, sehingga mereka menjadi ciptaan baru, karena bukanlah usaha manusia yang menyebabkannya menjadi sempurna, melainkan oleh kekuatan Roh Allah. Maka moment yang teramat penting yang menjadi bagian manusia untuk melakukan adalah: mau menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dengan mempercayai-Nya (mengakui dengan hati), tetapi kemampuan untuk mempercayai-Nya dapat diperoleh dengan membaca Kitab-Nya, mau belajar, sehingga Tuhan akhirnya memberinya kemampuan untuk mengakui dengan hati bahwa Yesuslah Juruselamatnya.
Akhirnya, ketika seseorang sudah menjadi seorang pemercaya, maka yang kemudian menjadi penting untuk dia kerjakan adalah: setia mengerjakan keselamatannya, setia melahap Firman-Nya, setia belajar melakukan kehendak-Nya, setia datang pada-Nya dalam pujian, doa dan penyembahan yang terus-menerus dilakukan sampai Tuhan memanggilnya (meninggal dalam keadaan percaya) atau sampai Tuhan Yesus datang yang kedua kalinya.
- mujizat's blog
- Login to post comments
- 5432 reads