Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Cerita Ringan Relawan (3)

Purnawan Kristanto's picture

Photobucket

Di pos kemanusiaan Klaten, ternyata ada banyak relawan yang bernama "Agus" dan "Bambang."  Jadi kalau ada orang yang mencari "Agus" pasti akan ditanya "Agus yang yang mana?" Hal ini mengingatkan saya empat tahun yang lalu. Saat itu kami juga membuka pos kemanusiaan. Suatu kali ada tenaga paramedis dari Kalimantan Tengah, tepatnya dari R.S. Bethesda Serukam yang datang ke pos kami.
"Saya mencari pak Agus," kata paramedis perempuan itu.
"Agus siapa ya?" jawab salah seorang relawan.

"Memangnya ada berapa Agus di sini?" tanya paramedis heran.
"Oh di sini semua orang dinamai Agus," jawab relawan. Sifat usilnya muncul. "Di sini, nama Agus itu semacam gelar. Jadi ada yang namanya Agus Permadi, Agus Handoyo, Agus Mulia, Agus Wawan, Agus Joko. Biar lebih sopan, setiap kali memanggil orang di sini, harus pakai nama Agus."
Umpan ternyata disambar. Paramedis itu percaya. Sejak saat itu, dia memanggil semua orang dengan nama Agus.
Beberapa bulan kemudian, ketika paramedis ini pamitan pulang, kami melakukan pengakuan dosa di hadapannya.

*****
Seorang hamba Tuhan datang ke pos kemanusiaan kami. Dia mengaku sudah direkomendasi oleh sebuah badan kerjasama antar gereja. Mula-mula kami percaya, karena dia menyebutkan nama seorang pendeta yang sudah kami kenal. Lama-lama, kami mulai meragukan kejujurannya.  Maka kami menghubungi pendeta yang disebut namanya itu. Kebetulan pendeta ini juga selaku pengurus badan kerjasama antar gereja yang disebut-sebut itu. Pendeta ini heran karena hamba Tuhan ini baru terlibat sekali dalam badan kerjasama antar gereja, yaitu sebagai panitia Natal.
Pendeta menelepon hamba Tuhan itu.
"Selamat pagi pak. Saya mendapat informasi, bapak mendapat rekeomendasi dari (menyebutkan nama badan kerjasama antar gereja). Apakah benar," tanya sang pendeta.
"Benar pak. Saya mendapat rekomendasi dari pdt. X," jawab hamba Tuhan di seberang.
"Saya ini yang bernama pdt. X itu," sahut pendeta X.
"Tut..tut...tut..." Sambungan telepon langsung diputus.

******
Ada orang Kristen mengirimi SMS kepada saya. Dia mengaku sedang mengelola 20.000 pengungsi yang belum mendapat bantuan. Dia minta bantuan. Namun ada yang ganjil di sini. Dengan angka sebesar itu dan dengan membanjirnya bantuan, hampir mustahil kalau masih ada puluhan ribu yang belum mendapat bantuan. Jika angkanya ratusan mungkin saya masih percaya. Tapi ini puluhan ribu. Saya lalu membalasnya: "Apakah angkanya sudah benar? Satu barak pengungsi yang dikelola pemerintah saja, kapasitas maksimalnya hanya 2000 orang. Itu pun sudah membuat kewalahan. Jika Anda mengelola 20.000 (baca: "dua puluh ribu") pengungsi, maka itu setara dengan 20 barak pengungsi milik pemerintah. Pemerintah kabupaten Klaten saja hanya mengelola 3 barak pengungsi."
Orang ini tidak pernah membalas SMS saya. Saya lalu merenung: Pos kemanusiaan kami yang menampung 600 orang saja sudah membuat kami keawalahan, padahal sudah disengkuyung oleh empat gereja (GKI Klaten, GKJ Klaten, GKJ Gondangwinangun dan GKJ Pedan). Ketika ada gereja yang menyatakan bisa melayani ribuan bahkan ratusan ribu pengungsi, itu membuat saya geleng-geleng kepala: antara percaya dan tidak percaya.

__________________

------------

Communicating good news in good ways