Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

ngalor-ngidul bulan agustus

y-control's picture

Sejarah itu konon identiknya dengan sesuatu yang sudah tua, usang atau malah sudah punah. Tapi beberapa hari lalu saya ke Jogja dan melihat sebuah buku tergeletak di kamar kos teman saya. Buku itu tentang sejarah, tentang Jakarta pada zaman pemerintahan Soekarno. Siapa sangka yang menulis masih seumuran saya, 25 tahun! "Daftar referensinya juga sangar-sangar," kata teman si empunya buku itu. Memang, ada sedikit 'excuse', si penulis itu adalah anak mendiang tokoh terkemuka dalam bidang kajian sosial di Indonesia. Tapi itu tentu bukan alasan untuk memaklumi prestasinya, toh banyak tokoh hebat tapi anaknya tidak melakukan hal yang sama seperti sejarawan muda tadi itu.

Lalu kita sekarang memasuki bulan Agustus. Bulan peringatan pristiwa bersejarah dimana kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Yang banyak menjadi sorotan dalam pristiwa itu memang Soekarno-Hatta. Tapi proklamasi mungkin tak akan pernah terjadi tanpa desakan para pemuda kepada kedua proklamator kita itu untuk sesegera mungkin membacakan teks proklamasi kedaulatan RI. Itu yang bisa saya sampaikan saat ini. Saya khawatir posting ini akan jadi pelajaran sejarah Indonesia kalau harus menyebutkan kembali Sumpah Pemuda, turunnya Soeharto, 10 Nopember dsb. Itu masih yang di Indonesia, akan lebih panjang lagi daftarnya jika harus menyebutkan pristiwa-pristiwa sejarah dunia.

Kaitannya dengan buku tadi? Kaitannya adalah bahwa kita bisa melihat disini bahwa bagian-bagian penting dari sejarah pada dasarnya kebanyakan dilakukan oleh para anak muda. Jadi nampaknya tak tepat kalau sejarah diidentikkan dengan sesuatu yang tua. Sejarah adalah kisah anak muda! Karena itu, anak muda wajib tahu sejarah. Tentunya sejarah yang benar-benar faktual. Ini tak terkecuali dalam kekristenan. Ingat, Yesus sendiri adalah anak muda kan?

Tak hanya belajar sejarah, menurut saya, pada hakikatnya anak muda pasti juga ingin mencatat sejarah (semoga saja ini benar) dan memang itulah yang seharusnya mereka lakukan. Saya teringat ucapan seorang tokoh bahwa 'pemuda yang tidak berproduksi (tidak menghasilkan karya) hanya akan menjadi ternak." Jika dunia saat ini makin sering diwarnai dengan perang, konflik, yang tak menghasilkan apapun selain penderitaan. Apakah para pemuda juga akan ikut-ikutan? Kalau saya boleh mengajak, biarkan orang-orang lain itu bertengkar sendiri, yang jauh lebih penting, bagaimanapun tugas anak muda saat ini adalah berkarya. Ditambah perkembangan teknologi, bukan tak mungkin blog ini bisa menjadi saksi lahirnya seorang pengubah sejarah. Andakah itu?