Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Melihat Pekerjaan Tuhan di Rawinala

Purnawan Kristanto's picture

 Wajah Maria ditelengkupkan di atas meja ketika kami masuk kelas dasar di SLB G, "Rawinala", di Jakarta Timur. "Maria, ayo beri salam..." ajak ibu Agatha yang mengantarkan kami. Maria tetap bergeming. Justru Olin, teman sekelasnya, yang tampak antusias. Dia menggapai-gapai tangannya mengajak kami bersalaman. Olin adalah siswa yang mengalami tuna ganda. Dia mengalami kebutaan sekaligus tuna grahita.

Setalah dibujuk-bujuk, akhirnya Maria mengangkat wajahnya juga. Astaga, saya tidak dapat menyembunyikan kekagetan setelah melihat kondisi wajah Maria. Wajah anak perempuan berusia sekitar 9 tahun ini sungguh menimbulkan rasa iba. Saya tidak tega melukiskannya secara detil di sini. Saya hanya dapat mengatakan bahwa wajahnya seperti sebatang lilin yang meleleh karena terbakar. Sehelai handuk sengaja dibebatkan ke lehernya untuk menampung tetesan air liurnya.

Maria bukan korban kebakaran. Dia adalah korban dari perilaku ibunya, yang menjadi tenaga paramedis di sebuah rumah sakit ternama di negeri ini. Ibunya tidak menghendaki kehadiran Maria. Entah apa yang dilakukan oleh ibunya pada saat Maria masih dalam kandungan. Yang jelas, perbuatan itu berpengaruh pada wajah Maria seperti sekarang ini. Maria juga mengalami kelambatan perkembangan intelektual dan mental. Penderitaan Maria semakin berat ketika ditolak keberadaannya oleh ibu kandungnya sendiri. Sekarang Maria diasuh oleh ibu tirinya dan tinggal di asrama Rawinala.

Maria

***

Ketika keluar dari kelas Maria, kami melihat anak perempuan berusia sekitar sebelas tahun sedang merayap ke atas trampolin, di halaman sekolah. Dia belum berdiri tegak ketika tiba-tiba seorang guru ikut melompat dan mulai mengencot trampolin itu. Kontan, tubuh anak ini terhempas-hempas di atas kanvas yang sedang berayun-ayun. Tangannya srawean kesana-kemari. Ketika menemukan tubuh sang guru, segera didekapnya erat-erat dan mereka melompat bersama-sama. Anak yang bernama Yona ini mengalami tuna ganda: Tuna netra sekaligus tuna rungu. Kondisi ini tentu saja menyulitkannya untuk berkomunikasi dengan orang lain. Seandainya dia hanya tuna netra, maka dia masih dapat diajari berbicara secara verbal karena masih bisa mendengar. Seandainya hanya tuna rungu, maka dia masih dapat dilatih bahasa isyarat.  Akan tetapi Yona mengalami tunda ganda. Hal ini jelas menyulitkannya untuk berkomunikasi dengan orang lain.

Saat ini, Yona berkomunikasi dengan mengandalkan indera sentuhannya. "Kami masih mencari cara untuk menjalin komunikasi dengan Yona," terang pak Sigid Widodo yang menemani kami. Meskipun tidak dapat mendengar dan melihat, namun Yona dapat bergerak dengan gesit. Bosan bermain trampolin, dia  berjalan menuju tempat perosotan, tanpa panduan dari orang lain. Dia menaiki tangga tanpa keraguan, sesampai di ujung atas perosotan, Yona sejenak meraba papan perosotan sebelum akhirnya menempatkan tubuhnya di atasnya. Lalu dengan kepercayaan diri tinggi dia melepaskan pegangan sehingga tubuhnya meluncur deras ke bawah. Sesampai di tanah berumput, Yona segera menggamit lengan gurunya dan menyeretnya ke garasi sekolah. Dia ingin bermain sepeda tandem. Begitulah Yona, meski tak dapat melihat dan mendengar tapi siswa ini sangat aktif.

***

Bagaimana Anda mampu menekuni bidang pelayanan ini selama bertahun-tahun? Tanya saya dengan penuh kekaguman pada pak Sigid Widodo. Pimpinan Rawinala tidak segera menjawab. Dia malah menceritakan kisah di tanah Palestina sekitar 2000 tahun yang lalu. Ada seorang Guru yang sedang berjalan bersama-sama murid-muridnya ketika mereka melihat seorang pengemis yang buta sejak lahir.

"Guru, siapakah yang telah berdosa sehingga orang ini dilahirkan buta?"tanya para murid kepada sang Guru, "Orang inikah yang berdosa atau orangtuanya?" 

Pada saat itu jika ada bayi lahir dalam keadaan buta, maka masyarakat langsung memberi cap bahwa ini adalah kutukan. Itu pasti buah dari perbuatan dosa manusia.

Rupanya sang Guru tidak mau ikut-ikutan memberi stigma. "Bukan karena orang ini atau orangtuanya yang berdosa, melainkan karena ada pekerjaan-pekerjaan Allah yang harus dinyatakan di dalam dia, "jelas sang Guru dengan bijak. "Selagi masih ada waktu, kita yang harus melakukan pekerjaan itu," lanjut sang Guru.

"Demikian juga kalau melihat kondisi anak-anak yang ada di sini, jangan lantas bertanya 'siapa yang telah berdosa sehingga mereka seperti ini'. Mereka justru sangat istimewa karena dipakai oleh Allah untuk menyatakan pekerjaan-Nya," papar Sigid Widodo di ruang kerjanya yang cukup sederhana. "Kami justru bersyukur karena dengan bekerja di sini maka kami dapat melihat pekerjaan tangan Tuhan," lanjutnya wajah cerah.

Setelah diajak berkeliling di Rawinala selama dua jam, kami sungguh menyaksikan tangan Tuhan bekerja dengan dahsyat di sini. Di sini terjadi banyak sebuah mukjizat karena ada banyak orang yang mengalami perubahan hidup di sini. Hal ini tidak hanya dialami oleh para anak didik, tetapi juga dialami oleh orangtua mereka. Dari yang sebelumnya menolak menjadi orangtua yang menerima keberadaan anak-anak mereka dengan ikhlas. Dari yang sebelumnya terlalu melindungi, menjadi orangtua yang memberi kesempatan anak-anak mereka untuk berkembang sesuai potensinya.

"Sesungguhnya bukan kami yang telah menolong mereka. Justru anak-anak itulah yang banyak memberikan berkat kepada kami," tutur Sigid Wododo dengan rendah hati.

***

Anda dapat terlibat dalam pekerjaan Allah ini dengan memberikan sumbangan kepada Yayasan Pendidikan Dwituna Rawinala:

1. Bank BCA KCP Rawamangun; Nomor Rekening 094.300.2689

2. Bank Mandiri KCP RS. MH. Thamrin; Nomor Rekening 129.000.128.1449

 

 

Rawinala

__________________

------------

Communicating good news in good ways