Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Konsep Setan dari Pemikiran Klemens dan Origen

RDF's picture

 

 

Klemens dari Aleksandria

 Klemens dari Aleksandria adalah seorang bapa gereja dari Gereja Timur pada periode Gereja Purba. Klemens terkenal dalam sejarah gereja karena keberaniannya dan kegigihannya untuk memperdamaikan iman Kristen dan Filsafat. Ia senang memakai konsep-konsep filsafat Yunani dalam pemikiran teologinya tetapi menolak banyak pandangan Gnostisisme yang tidak disetujuinya.

Riwayat Hidup

Klemens dari Aleksandria dilahirkan pertengahan abad ke-2 di Athena. Orang tuanya tidaklah beragama Kristen sehingga Klemens pada awalnya tidak mengenal agama Kristen. Ia berkelana untuk belajar dari berbagai macam guru, dan saat itulah ia berkenalan dengan Pantaenus di Aleksandria, sehingga masuk agama Kristen. Pantaenus lalu meninggalkan Aleksandria dan tidak pernah kembali lagi. Klemens kemudian menggantikan gurunya untuk memimpin sebuah sekolah di Aleksandria. Ketika muncul penganiayaan terhadap orang-orang Kristen di Aleksandria pada tahun 202, Klemens melarikan diri dari sana. Setelah itu, keberadaan Klemens hanya diketahui dari dua buah surat yang dikirimkannya pada tahun 211 dan 215. Ia meninggal di Asia Kecil sebelum tahun 216. Murid dari Klemens yang kemudian sangat terkenal sebagai ahli teologia di Gereja Timur adalah Origenes.

Pemikirannya

Salah satu pemikiran Klemens yang penting adalah usahanya untuk membangun hubungan yang baik antara iman Kristen dengan filsafat. Pada waktu itu, kebanyakan orang takut untuk menghubungkan keduanya karena akan dianggap sesat. Klemens berusaha memperlihatkan bahwa dengan mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan filsafat tidak lantas membuat orang menjadi sesat. Upaya Klemens didasarkan kepada pertimbangan bahwa kalau gereja menutup diri terhadap kebudayaan dan filsafat Yunani, maka gereja akan tertutup bagi orang-orang yang berpendidikan.

Namun di lain pihak ada beberapa orang yang cenderung menekankan keilahian Yesus sehingga mereka tidak melihat bahwa ia benar-benar manusia. Klemens juga mengungkapkan siapa Yesus:

 

Sebab Ia makan, bukan untuk keperluan tubuh, yang kesegaran dan keutuhannya dijaga oleh suatu daya kekuatan suci, tetapi untuk keperluan agar mereka yang ada bersama-Nya tidak mempunyai pikiran yang lain tentang diri-Nya

Klemens dari Aleksandria

 

Salah satu kutipan dalam kumpulan Fragmen Pra-Sokratik : "Xenophanes dari Kolophon mengajarkan bahwa tuhan itu satu dan tak bertubuh. Lalu Klemens menyatakan :

 

Hanya ada satu tuhan, ia adalah yang paling besar di antara semua tuhan dan semua manusia, dan Ia tidak mirip dengan yang mortal (manusia) entah dalam pikirannya, maupun dalam rupanya.

Klemens dari Aleksandria

 

Pemikiran Filsafat

Klemens mengungkapkan penyataan atas filsafat Yunani tentang kebiasaan menyembah dewa-dewa:

Ya, seandainya sapi-sapi, kuda-kuda dan singa-singa memiliki tangan, dan tangannya bisa menggambar dan menghasilkan karya-karya seperti manusia, para kuda pasti akan menggambarkan tuhan-tuhan mereka mirip dengan kuda, dan para sapi mirip dengan sapi, menggambarkan tubuh para dewa itu serpti tubuh masing--masing dari mereka

Klemens dari Aleksandria

 

Kemudian dia juga menulis tentang cara umat manusia dalam membayangkan tuhan;

 

Kamum mortal (umat manusia)membayangkan bahwa para tuhan itu dilahirkan seperti diri mereka, bahwa mereka memiliki baju, suara dan tubuh mirip dengan milik mereka

Klemens dari Aleksandria 

 

Klemens Melawan Gnostisisme

Semasa Klemens hidup, Gnostisisme berkembang pesat di Mesir bahkan banyak sekali pemimpin Gnostisisme yang berasal dari Mesir dan giat menyebarkan ajarannya di sana. Ia bersikap terbuka terhadap sebbagian besar pandangan hidup Yunani tetapi sulit baginya menerima ajaran Gnostik. Bagi Klemens, untuk menentang sebuah ajaran tidak cukup hanya denngan mengatakan anti terhadap ajaran tersebut tetapi perlu menghayatinya juga di dalam hidup. Ia menolak ajaran Gnostisisme yang menolak pernikahan. Menurut Klemens, pernikahan adalah baik karena merupakan pemberian dari Allah. Akan tetapi, pernikahan yang ideal bagi Klemens semata-mata hanya untuk mendapatkan keturunan. Rupanya Klemens tidak menolak sepenuhnya ajaran Gnostik karena ia juga membenarkan sebagaian pandangan Gnostik yang mengajarkan iman yang membawa kepada pengetahuan.

Karyanya

Ada tiga karya penting dari Klemens mengenai pengajaran agama Kristen: Pertama, Nasihat kepada Orang Yunani (Exhortation to the Greeks) yang merupakan tulisan apologia Klemens mengikuti pola dari para apologet awal abad ke-2 seperti Yustinus Kedua, Pendidik (Tutor) yang berisi petunjuk bagi orang-orang yang baru menjadi Kristen untuk mempersiapkan diri menerima doktrin spiritual. Dalam tulisannya ini ia mengajarkan orang untuk hidup sederhana, satu jalan tengah di antara kehidupan yang penuh kemewahan dan kehidupan asketis dengan menyangkal diri. Ketiga, Serba-serbi (Carpet Bags), yang berisi tentang ajaran-ajaran rohani dari Klemens.


 

Origenes

Origenes lahir di Alexandria sekitar tahun 185. Ia berasal dari keluarga Kristen yang saleh. Kira-kira pada tahun 201, ayah dari salah satu tokoh gereja yang terkenal ini, Leonidas, dipenjarakan dalam satu gelombang penyiksaan oleh Septimus Severus. Origenes pun menulis surat kepada ayahnya di penjara agar tidak memungkiri Kristus demi keluarganya. Meskipun Origenes ingin menyerahkan diri kepada penguasa agar dapat menjadi martir bersama-sama dengan ayahnya, namun ibunya mencegahnya dengan menyembunyikan pakaiannya.

Setelah Leonidas mati sebagai martir, hartanya disita, dan jandanya terlantar dengan tujuh orang anak. Origenes pun mulai menanggulangi keadaan dengan bekerja sebagai guru sastra Yunani dan penyalin naskah. Karena banyak di antara cendekiawan senior telah meninggalkan Alexandria dalam gelombang penyiksaan, maka sekolah katekisasi Kristen sangat membutuhkan tenaga pengajar. Pada usianya yang kedelapan belas, Origenes pun memangku jabatan kepala sekolah di sekolah katekisasi tersebut dan memulai karier mengajarnya yang panjang, termasuk belajar dan menulis.

la menjalani kehidupan asketis, menghabiskan waktunya pada malam hari dengan belajar dan berdoa, serta tidur di lantai tanpa alas. Mengikuti petunjuk Yesus, ia memiliki hanya satu jubah dan tidak mempunyai alas kaki. Ia bahkan mengikuti Matius 19:12 secara harafiah; mengebiri dirinya untuk mencegah godaan jasmani. Origenes berhasrat setia pada gereja dan membawa kehormatan bagi nama Kristus.

Sebagai seorang penulis yang sangat produktif Origenes dapat membuat tujuh sekretarisnya sibuk dengan diktenya. Ia telah menghasilkan lebih dari dua ribu karya, termasuk tafsiran-tafsiran atas setiap kitab dalam Alkitab serta ratusan khotbah.

Karyanya "Hexapla" merupakan prestasi dalam bidang kritik teks. Di dalamnya, ia mencoba menemukan terjemahan Yunani yang terbaik bagi Perjanjian Lama, dan dalam enam kolom sejajar ia membentangkan Perjanjian Lama Ibrani, sebuah transliterasi Yunani, tiga terjemahan Yunani dan Septuaginta. "Melawan Celsus" adalah karya besar yang merupakan pertahanan bagi kekristenan terhadap serangan kafir. "Atas Prinsip Pertama" merupakan upaya pertamanya dalam teologi sistematis; di sini Origenes dengan saksama meneliti keyakinan Kristen tentang Allah, Kristus, Roh Kudus, penciptaan, jiwa, kehendak bebas, keselamatan dan Kitab Suci.

Origenes bertanggung jawab atas peletakan dasar-dasar penafsiran alegoris terhadap Kitab Suci yang berpengaruh hingga Abad Pertengahan. Pada setiap teks, ia percaya ada tiga tingkat pengertian: pengertian harafiah, pengertian moral - yaitu untuk memperbaiki jiwa, dan pengertian alegoris atau pengertian rohani - yakni pengertian tersirat yang penting untuk iman Kristen. Origenes sendiri mengabaikan makna harafiah atau gramatikal-historis teks dan lebih menekankan makna alegoris.

Origenes berupaya menghubungkan kekristenan dengan ilmu pengetahuan dan filsafat pada masanya. Ia percaya bahwa filsafat Yunani merupakan persiapan untuk memahami Kitab Suci, dan secara analogi, yang kemudian dianut Augustinus, bahwa khazanah pengetahuan orang kafir dapat digunakan oleh orang Kristen, seperti kisah orang Israel yang meminta seluruh harta bangsa Mesir ketika keluar dari Mesir.

Dalam mempelajari filsafat Yunani, Origenes telah mengambil banyak gagasan Plato yang sangat asing dengan kekristenan Ortodoks. Dari kesalahan-kesalahannya, yang paling mencolok adalah paham Yunani bahwa benda dan dunia ini jahat. Ia percaya akan eksistensi roh sebelum lahir dan mengajarkan bahwa keberadaan manusia di atas bumi ini ditentukan oleh perilakunya ketika dalam keadaan praeksistensi (sebelum lahir). Ia menolak paham kebangkitan daging dan mempertimbangkan gagasannya bahwa akhirnya Allah akan menyediakan keselamatan bagi semua manusia dan malaikat. Karena Allah tidak mungkin menciptakan bumi ini tanpa berhubungan langsung dengan zat awal, maka Sang Bapa memperanakkan Putra-Nya untuk menciptakan bumi yang abadi ini. Ketika Sang Putra mati di kayu salib, maka itu hanya kemanusiaan Yesus yang mati sebagai tebusan bagi iblis atas kejahatan dunia.

Karena kesalahan-kesalahan semacam ini, maka Uskup Demetrius dari Aleksandria mengadakan sidang yang mengekskomunikasi Origenes dari gereja. Meskipun Gereja Roma dan Barat menerima ekskomunikasi ini, namun Gereja di Palestina dan sebagian besar Gereja Timur tidak menerimanya. Mereka masih mencari Origenes karena pengetahuan, kebijaksanaan dan kecendekiawanannya.

Dalam gelombang penyiksaan pada masa Kaisar Decius, Origenes dipenjarakan, disiksa dan diputuskan untuk dihukum mati pada tiang. Tetapi hukurnan itu tidak terlaksana karena kaisar telah meninggal dunia. Karena penderitaan (batin) inilah Origenes jatuh sakit, kemudian meninggal sekitar tahun 251 di Kaisarea. la telah berbuat banyak, lebih daripada yang orang lain pernah lakukan untuk meningkatkan pemikiran Kristen dan membuat Gereja dihormati di mata dunia. Di kemudian hari, Bapa Gereja di Barat maupun di Timur merasakan pengaruhnya. Keanekaragaman pikiran dan tulisannya telah membawa reputasi baginya sebagai bapa ortodoksi.

 

Ajaran Origenes

Ajaran Origenes dipengaruhi oleh filsuf-filsuf Yunani seperti Plato. Dari sana ia mengajarkan ajaran-ajaran yang oleh gereja dianggap salah.

Origen mengajarkan bahwa dari awal semua makhluk yang rasional mulanya adalah berupa roh; ia mengajarkan bahwa setelah penebusan dosa melalui penyaliban Yesus di kayu salib maka baik orang yang telah masuk neraka juga akan ditebus dosanya dan kembali menjadi suci dan percaya bahwa jika orang sudah berada di surga dan melakukan pelanggaran disana akan dikeluarkan dari surga. Semua ajaran Origenes merupakan dianathema dalam konsili Konstantinopel ke II pada tahun 553 M. Gereja mempercayai orang yang masuk neraka telah kehilangan kesempatan untuk bertobat, sehingga dosanya tidak terampuni lagi. Demikian juga orang yang sudah masuk surga tidak dapat berbuat dosa lagi sehingga kembali berdosa, sebab jika demikian maka neraka dan surga tidak ubahnya seperti dunia.

 

Permasalahan yang paling pelik bagi mereka yang mempercayai bahwa ada sosok Setan adalah saat dihubungkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi ketika Yesus mati. Ibr 2:14 menyatakan bahwa ‘dengan kematianNya, Yesus menghancurkan Iblis, yang berkuasa atas maut’

Iblis di sini adalah personifikasi dari dosa karena dosalah yang membawa kematian (Roma 6:23). Seluruh kutuk yang terjadi dan menimpa dunia ini sebagai hasil dari pelanggaran/ dosa manusia seperti yang digambarkan kitab Kejadian adalah atas kehendak Allah dan bukan diakibatkan oleh sosok Setan. Dosa dan kematian sering kali dihubungkan di dalam Alkitab: (Rom. 5:12,21; 6:16,23; 7:13; 8:2; 1 Cor. 15:56; James 1:15)

Tidak ada sedikitpun dalam ayat-ayat Alkitab yang memberikan petunjuk tentang sosok Iblis/ Setan sebagai personil, namun Origen tetap memaksakan bahwa sosok Setan menguasai setiap kejahatan dan kematian.

Bapa-Bapa Gereja tidak terkecuali Klemens dan Origen yang ‘memaksakan’ dirinya untuk percaya kepada sesosok Setan/ Iblis harus menjawab bagaimana mungkin menjawab bahwa Yesus yang dengan kematianNya telah menghancurkan Iblis seperti dinyatakan dalam Ibr 2:14 namun diperhadapkan dengan kenyataan bahwa dosa dan kejahatan terus berlanjut bahkan terus bertambah di dalam dunia sekarang ini, bagaimana itu terjadi jika Yesus telah menghancurkan kuasa Iblis?

Namun pandangan Alkitab yang sesungguhnya tidak mungkin salah. Isi Alkitab yang murni menyatakan bahwa Yesus menghancurkan kuasa dari dosa dimana sekarang kita mendapatkan pengampunan karena kematianNya dan diperhitungkan sebagai ‘yang di dalam Yesus’ melalui baptisan. Yesuslah yang diperhitungkan sebagai representatif kita di dalam posisi kebenaran agar kita juga ikut dibenarkan melalui anugerah keselamatan dimana kita mendapat kesempatan untuk nanti dibangkitkan dari kematian dan menerima kehidupan yang kekal.

Namun, menempatkan dan mempercayai Iblis sebagai sesosok biang keladi kejahatan bukanlah hanya ‘permasalahan’ yang dihadapi Bapa-Bapa Gereja namun diteruskan kepada generasi yang mempercayainya. Mereka semua akhirnya terus dan terus berjuang untuk menjelaskan bagaimana Yesus yang lewat kematianNya telah menghancurkan Iblis namun masih harus menghadapi sosok tersebut yang hingga kini setelah lebih dari 2000 tahun kematian Yesus masih hidup dan aktif menciptakan kejahatan serta keonaran.

Jika kita membaca tulisan-tulisan peninggalannya, Tertulianus dan Klemens adalah mereka yang pertama-tama mencoba untuk  berusaha mengatasi paradoks dari apa yang mereka ‘percayai’ namun berseberangan dengan kenyataan yang ada.

Klemens menyatakan bahwa setelah kematian Yesus, Ia turun ke ‘neraka’ dan melepaskan jiwa-jiwa mereka yang dianggap benar yang sebelumnya ditawan on Iblis. Sebenarnya ‘pembelaaan-pembelaan’ ini atau penjelasan-penjelasan ini merupakan konsekuensi atas penerimaan ide Paganisme di dalam nilai kekristenan oleh Bapa-Bapa Gereja tentang konsep neraka sebagai tempat penghukuman bagi jiwa abadi manusia yang jahat.

Jika kita mau menelisik ide tentang ‘neraka’ ini bahwa sebenarnya berasal dari kepercayaan Yunani akan dewa-dewa yaitu Hades, dewa penguasa dunia bawah (the underworld) yang kemudian kadang-kadang diasosiakan sebagai dunia bawah itu sendiri. Adapun bagian dari Hades yang suram dan mengerikan dan digunakan sebagai tempat penyiksaan dan penderitaan merupakan konsep dalam mitologi Yunani yang disebut sebagai Tartaros yang kemudian dipahami sebagai konsep neraka dalam kekristenan.