Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Ketika Sahabat Tidak Bersikap Bersahabat
(Amsal 18 : 24)
I. Sekilas tentang PERSAHABATAN
Persahabatan
merupakan sebentuk jalinan hubungan interaksi sosial yang diperoleh
karena adanya keinginan untuk bisa menjalankan kehidupan pergaulan
dengan tingkat keakraban serta kekuatan ikatan emosional yang jauh
lebih erat apabila dibandingkan hubungan interaksi dalam bentuk
pertemanan.
Biasanya, hubungan persahabatan dapat terbentuk
karena adanya : kesamaan hal-hal yang disukai, adanya kesamaan
idealisme dan cara memandang suatu keadaan atau suatu masalah, serta
memiliki kesamaan visi dan misi dalam memandang masa depan.
Sejumlah
kesamaan inilah yang membuat setiap pribadi yang mempunyai kedekatan
diri dengan orang lain dalam bentuk persahabatan, lebih mudah untuk
bisa mengakrabkan diri sehingga terbentuklah suatu ikatan emosional
yang melingkupi setiap kegiatan dan pola komunikasi yang dijalani pada
saat berinteraksi.
Kuatnya ikatan emosional, membuat
masing-masing pihak yang menjalin hubungan persahabatan, mampu
menghadirkan respon timbal-balik, karena setiap pihak yang terikat
hubungan persahabatan, tidak menghadirkan upaya-upaya untuk mendominasi
suasana, namun melandasi segenap tindakan dan perkataannya dengan sikap
toleransi serta ketulusan sebagai sebuah tanda penghargaan diri.
Adanya
kasih yang dinyatakan, mampu menumbuhkan keinginan besar agar setiap
pihak dapat hidup lebih maju dan berkembang, dengan cara menyikapi
dinamika serta permasalahan kehidupan secara bersama-sama dan tidak
tidak mengenal kata cukup.
Dalam hal ini, konsepsi kehidupan
pihak-pihak yang bersahabat direalisasikan melalui suasana penuh
kebersamaan. Dianutnya prinsip-prinsip kebersamaan dalam menjalani
hubungan persahabatan, membuat setiap pihak memiliki tingkat kesetiaan
diri yang kualitasnya melebihi kesetiaan kepada yang lainnya.
Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan aku. (Amsal 8 : 17)
Terjadinya
pertengkaran, perselisihan atau sekedar perbedaan pendapat, tidak
dipakai sebagai upaya untuk menjatuhkan, karena setiap perbuatan dan
perkataan yang dapat menyakiti hati serta perasaan seorang sahabat,
setiap tindakan yang diartikan sebagai upaya memaksakan kehendak, dan
setiap perbuatan maupun perkataan yang mampu memunculkan pertikaian,
adalah suatu hal yang diusahakan sebisa mungkin dihindari terjadi.
Segenap sumber perpecahan dalam persahabatan, benar-benar dihindari.
Memperhatikan
seluruh uraian diatas, maka dapatlah disimpulkan, kalau keakraban yang
terbentuk dalam persahabatan, tercipta oleh karena masing-masing pihak
yang menjalin hubungan persahabatan, menghargai adanya nilai-nilai
kesetiaan, nilai-nilai kepercayaan, serta mengembangkan sikap saling
menghormati, tanpa memandang adanya perbedaan cara pandang atau kondisi
yang sedang dihadapi.
Konsepsi pemahaman kepribadian sahabat,
dilakukan dengan mengoptimalkan setiap ruang dan waktu pada saat
berkomunikasi atau berinteraksi, sehingga kesetiaan serta kepercayaan,
merupakan karakter yang dibangun dan dinyatakan secara terbuka.
Adanya
keterbukaan membuat seseorang mendapatkan gambaran langsung serta apa
adanya, tentang bagaimana sesungguhnya karakter dan kepribadian dari
sahabatnya secara faktual, karena bukan didasarkan atas pendapat maupun
pandangan orang lain.
Selayaknya, nilai-nilai persahabatan
dijalani tanpa harus menghadirkan kepribadian ganda karena sebuah sikap
pengertian akan berlaku dengan sendirinya.
Dalam Firman Tuhan dinyatakan : Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. (Amsal 17 : 17)
Eratnya
tali persahabatan membuat masing-masing pihak memiliki intuisi besar
pada saat salah seorang dari mereka sedang menghadapi beratnya
tantangan kehidupan atau pada saat sedang mengalami kesusahan. Pada
saat keadaan itu terjadi, seseorang akan selalu berada disamping
sahabatnya, untuk membantu dan mendukung sahabatnya, dalam menghadapi
serta menyelesaikan masalah yang sedang melingkupi.
Besarnya
ungkapan kasih yang nyata dihadirkan, karena seorang sahabat akan
selalu bersedia menyertai, membantu atau menghibur sahabatnya, tidak
hanya pada saat mengarungi hari-hari yang penuh keceriaan, namun juga
menjadi teman untuk mengadu dan berbagi keluh-kesah, yang mampu membuat
kondisi hati dan pikiran sahabatnya tenang dalam melalui keras serta
beratnya tantangan kehidupan.
Oleh karena itu, pembinaan hubungan dalam ikatan tali persahabatan, sesuai dengan isi Firman Tuhan yang menyatakan :
Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. (Kolose 3 : 23)
II. Inkonsistensi dan Egoisme Sikap
Namun,
itu bukan berarti persahabatan tidak menghadirkan dilema-dilema
situasional yang bisa menjadi sumber keretakkan hubungan persahabatan,
apabila masing-masing pihak tidak berusaha untuk mengendalikan segenap
perkataan, sikap dan perilakunya.
Firman Tuhan yang tertulis dalam Galatia 6 : 9, menyatakan :
Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.
Sifat
lemah yang dinyatakan dalam Firman Tuhan pada Galatia 6 : 9 tersebut,
dapat diterjemahkan sebagai adanya perubahan sikap atau kemunduran
keinginan dalam diri seseorang, untuk konsisten menjalankan
prinsip-prinsip persahabatan, yang dilandasi oleh adanya ketulusan dan
kejujuran hati.
Kondisi tersebut bisa tercipta apabila sikap
seseorang, mulai menonjolkan konsep-konsep pemikiran, yang ingin
memperhitungkan segenap perbuatan baik yang telah dilakukan kepada
sahabatnya. Apabila itu terjadi, maka hakekat untuk menjalani hubungan
persahabatan dengan penuh ketulusan, mulai luntur karena telah
tergantikan oleh adanya keinginan untuk mendapatkan "balasan” lebih
dari sahabatnya.
Pada sisi yang lain, adanya sejumlah misi
atau tujuan tertentu, yang ingin diterapkan dan diakomodasikan dalam
bentuk upaya-upaya untuk menggapai kesenangan pribadi atau menjalankan
kepentingan tertentu dengan memanfaatkan kebaikkan sahabatnya, juga
menjadi salah satu kondisi yang mampu menghadirkan sikap inkonsistensi.
Berkembangnya
sejumlah sikap tidak konsisten tersebut, sangat mungkin melingkupi
kepribadian seseorang, karena memang belum tentu semua orang mampu
secara stabil menerapkan prinsip-prinsip ketulusan dan kejujuran
hatinya tanpa ada rasa pamrih.
Apabila ditarik benang merah,
munculnya sikap inkonsistensi tersebut bertumbuh dari adanya sikap
egois dalam diri seseorang. Segenap sikap serta perilaku yang dilandasi
oleh adanya ego dari dalam diri seseorang, dan kelak mulai menjadi
bagian dari kepribadian yang menonjol pada saat berinteraksi dengan
sahabat, akan menghadirkan sikap tidak tulus serta perduli dengan
keadaan atau pendapat temannya.
Padahal, segenap perbuatan atau
pernyataan yang dilandasi oleh ketulusan, membangun sikap jujur dan
keinginan untuk selalu bertindak maupun mengungkap pendapat dengan
benar, tanpa ada maksud mendukakan.
Orang yang jujur dipimpin oleh ketulusannya, tetapi pengkhianat dirusak oleh kecurangannya.
(Amsal 11 : 3)
Sikap
egois membuat seseorang hanya memandang setiap aktifitas yang
dilakukan, selalu dinilai berdasarkan pemikiran, apakah bisa
menyenangkan diri atau apakah bisa membawa keuntungan secara materi
atau tidak. Dalam bentuk lain, dapat pula diartikan sebagai : seseorang
hanya ingin dilayani namun tidak ingin melayani, mau menerima namun
tidak mau berbagi dengan sahabatnya.
Ini merupakan suatu keadaan
yang pelik karena sikap egois serta inkonsistensi sikap yang
ditunjukkan oleh seseorang, pada akhirnya dapat menghadirkan sikap yang
tidak bersahabat kepada sahabatnya.
III. Sikap Tidak Bersahabat
Banyak
contoh perbuatan atau pernyataan seseorang yang diekspresikan sebagai
suatu tindakan bisa merusak hubungan persahabatan. Apabila ingin
diklasifikasikan, maka ada 3 bentuk keadaan yang dinilai sebagai sikap
tidak bersahabat dari seseorang yang mengaku kalau dirinya sahabat.
Adapun ke 3 bentuk keadaan tersebut, adalah :
1. Selingkuh atau merebut pacar sahabat
2. Berbuat curang
3.
Adanya statement seseorang yang telah menempatkan sahabatnya pada
keadaan, anggapan, kondisi atau situasi yang mendisposisikan kehidupan
maupun perilaku sahabatnya, sehingga membuat kehidupan dari sahabatnya
memiliki kesan tidak baik, terlihat tidak baik, atau menjalani
kehidupan negatif.
A. Perselingkuhan atau Merebut Pacar Sahabat
Meskipun
tali persahabatan cukup erat mengikat hubungan mereka yang bersahabat,
namun tetap terbuka satu kemungkinkan bagi seseorang untuk melakukan
suatu upaya pengkhianat terhadap sahabatnya. Salah satu bentuk
pengkhianatan yang sering terjadi adalah tindakan perselingkuhan atau
perbuatan merebut pacar dari sahabatnya sendiri.
Hadirnya duri
dalam persahabatan mulai dirasakan tertancap dalam, ketika hubungan
seseorang mulai semakin dekat dengan pacar sahabatnya.
Oleh
karena kerap bertemu, mengirim SMS, atau curhat, kedekatan seseorang
dengan pacar sahabat tersebut, dapat menghadirkan suatu perasaan suka.
Dan ketika perasaan suka tersebut mulai berkembang menjadi adanya rasa
untuk saling menyayangi, bisa dibilang, kedekatan tersebut telah
berkembang menjadi suatu tindak perselingkuhan.
Padahal,
seseorang tersebut tahu dan menyadari kalau pribadi yang mulai disukai
atau bahkan mulai disayanginya itu, adalah kekasih hati dari sahabatnya
sendiri. tindakan atau pola pemikiran ingin memiliki pacar dari
sahabatnya sendiri, telah menghadirkan suatu sikap tidak bersahabat,
karena secara sadar telah membuat kedekatan hubungan menjadi suatu
keadaan untuk memiliki.
Berselingkuh atau merebut pacar sahabat,
pada dasarnya merupakan sebuah perbuatan yang sangat tidak menghargai
hubungan persahabatan yang telah dibina.
Masalahnya, kondisi
dimana seseorang mulai dekat dengan pacar sahabatnya, kerap terjadi dan
menjadi bagian dalam cerita kehidupan persahabatan dari dua orang anak
manusia karena salah satu pihak telah memanfaatkan keadaan tanpa
memperhatikan perasaan sahabatnya sendiri.
Firman Tuhan yang
menjadi bagian dari Hukum Taurat telah mengingatkan setiap umat manusia
agar tidak bersikap “mengingini” apa yang dimiliki oleh orang lain,
dalam hal ini, pacar dari sahabatnya. Hukum Taurat dibuat agar manusia
ingat pada dosa-dosa dan larangan yang ada dalam hukum tersebut agar
tidak dilanggar.
B. Berbuat Curang
Adapun
tindakan curang dilakukan oleh seorang sahabat, adalah untuk mencari
keuntungan pribadi atau mencari perhatian dari orang lain.
Seseorang
juga dapat menciderai baiknya hubungan persahabatan yang dibina dengan
sahabatnya, ketika ia telah bertindak curang atau tidak simpatik kepada
sahabatnya.
Perbuatan curang yang sering kali terjadi dalam cerita persahabatan, seperti :
1. Tidak menyampaikan kepada sahabatnya informasi-informasi yang sesungguhnya memang untuk sahabatnya,
2. Sangat jarang mau mengeluarkan uang untuk kepentingan bersama,
3. Terlihat semakin dekat sama sahabatnya kalau dirinya ada perlunya saja,
4.
Tidak antusias pada saat sahabatnya sedang curhat namun memaksa
sahabatnya itu mendengarkan atau memberikan perhatian lebih pada saat
dirinya curhat,
5. dan lain sebagainya.
Kehidupan
manusia tidak terlepas dari adanya perasaan iri atau sikap cemburu.
Dalam sejumlah peristiwa, sikap iri serta cemburu, beberapa diantaranya
ditunjukkan secara tidak langsung, yaitu dengan tidak mengungkapkan
hal-hal yang seharusnya diketahui oleh sahabatnya, seperti disebutkan
pada point satu diatas.
Informasi tidak disampaikan karena
sebuat niat baik telah diselubungi oleh satu atau sejumlah alasan untuk
maksud pembenaran. Namun, ketika sikap iri hati dan cemburu membuat
informasi untuk sahabat tersebut tidak disampaikan, maka kemungkinan
itu terjadi karena seseorang mempunyai niat tidak baik terhadap
sahabatnya itu.
Beberapa sikap curang lainnya ditunjukkan
melalui sejumlah upaya manipulatif, yaitu suatu tindakan yang
menempatkan seorang sahabat sebagai obyek untuk mendapatkan kesenangan,
kebutuhan atau sesuatu yang diinginkannya, namun dengan menerapkan
konsep pemikiran, seminimal mungkin mempunyai andil didalamnya, bahkan
apabila memungkinkan, andil tersebut 100 % ditanggung sahabat.
Dalam
situasi ini, sahabat tidak diposisikan sebagai tempat berbagi, namun
digunakan sebagai sarana atau media untuk mendapatkan kesenangan
pribadi semata, tanpa ada ketulusan niat untuk saling berbagi. Bahkan
dalam sejumlah peristiwa, konsep berbuat manipulatif tersebut dilakukan
dengan memaksakan kehendak tanpa mau tahu hal-hal yang diinginkan
sahabatnya.
Asas manfaat untuk memenuhi kesenangan, kebutuhan
atau sesuatu yang diinginkan, benar-benar dijalankan selama tidak ada
protes atau kata-kata keberatan yang keluar dari mulut sahabatnya.
Perbuatan
yang bersifat timbal-balik dan bertujuan saling mendukung, sebagai
suatu tindakan yang saling menguntungkan serta menghargai, tidak
dijalankan berdasarkan ketulusan hati, sehingga tidak terbangun suatu
kebersamaan, seperti yang dinyatakan pada contoh point 2, dan 3 diatas.
Kurang diciptakannya keadaan yang berimbang serta bermakna
konstruktif pada saat ketegaran emosional sahabat sedang goyah,
disikapi dengan menghadirkan anggapan, bahwa bertindak mengayomi dan
menjadi tempat mendengarkan keluh-kesah sahabat, bukanlah sesuatu hal
yang wajib dilakukan.
Inkonsistensi sikap yang berwujud
bergesernya keinginan untuk menghadirkan sikap setia mendengarkan
segenap curahan hati sahabat yang bisa mengurangi beban di hati dan
pikiran, merupakan bentuk sikap tidak bersahabat yang dinyatakan pada
point 4 pada contoh.
Akan hal ini, Firman Tuhan berkata :
dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. (Filipi 2 : 4)
Persahabatan
yang baik, dibangun dengan berdasarkan keinginan untuk menjalani alur
pergaulan hubungan persahabatan dalam kebersamaan serta tidak hanya
memikirkan bagaimana meraih kesenangan atau keuntungan pribadi semata.
C. Statement atau Saran Tidak Menyenangkan/Menyesatkan
Firman Tuhan dalam Mazmur 109 : 4 mengatakan :
Sebagai balasan terhadap kasihku mereka menuduh aku, sedang aku mendoakan mereka.
Kedekatan
hubungan persahabatan, terkadang membuat seseorang pada saat curhat
kepada sahabatnya, tidak mengenal tanda batas. Segala sesuatu yang
dirasakan, lebih nyaman kiranya apabila sudah diceritakan kepada
sahabatnya.
Padahal, tidak semua orang di muka bumi ini yang
mampu menjaga rahasia, termasuk didalamnya, seorang sahabat. Beberapa
peristiwa yang terjadi dalam cerita hubungan persahabatan, bahkan
menunjukkan kalau seorang sahabat, berani menyampaikan hal yang tidak
benar, berita bohong atau bahkan bernada fitnah, karena memang, tidak
ada nilai kebenaran dari apa yang disampaikannya.
Sebuah perkara
yang menghadirkan rasa tidak suka, iri hati, dan cemburu, sering kali
menjadi awal munculnya sebuah sikap tidak bersahabat. Dalam hal ini,
adanya sikap tidak bersahabat ditunjukkan dengan memprovokasi orang
lain melalui penyampaian gosip maupun berita-berita tidak menyenangkan,
atau menyebarluaskan informasi bernada negatif, mengenai sahabatnya
sendiri.
Menyebarluaskan gosip (dalam bentuk dan rupa apapun)
yang menghadirkan citra buruk orang lain, merupakan bagian dari sebuah
tindakan tidak menyenangkan.
Apalagi kalau gosip tersebut,
bertujuan untuk menjelek-jelekkan, mendisposisikan, atau mencemarkan
citra pribadi maupun nama baik dari seseorang. Dalam batas-batas
pemikiran yang normatif, tindakan itu merupakan tindakan yang tidak
perlu dilakukan karena bersifat destruktif, bukan konstruktif.
Jelas,
apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh seorang sahabat, maka
perbuatan itu termasuk dalam sikap tidak bersahabat dari seorang
sahabat.
Sifat destruktif dapat juga ditunjukkan dengan
memberikan saran maupun pendapat yang bisa membawa seorang sahabat
terjerumus dalam keadaan yang penuh dilema, penuh ketidak-pastian, atau
membuat suasana menjadi menyenangkan (semakin sedih atau semakin kecewa
pada keadaan atau orang lain, dll). Kondisi ini sering kali pula
terjadi dalam kisah orang-orang yang menjalin hubungan persahabatan.
Sebagai contoh :
1.
Seseorang selalu menyarankan agar sahabatnya putus saja dari sang pacar
karena pacar sang sahabat yang dianggap telah berlaku tidak
menyenangkan atau tidak sesuai dengan harapan sahabatnya.
2.
Selalu menyarankan untuk melakukan tindakan pemberontakan sikap
terhadap orang tua atau orang-orang yang sepatutnya dihormati sang
sahabat.
3. Selalu mengajak sang sahabat untuk melakukan perbuatan yang dilarang pada saat sahabatnya sedang menghadapi permasalahan.
4. dan lain sebagainya.
Pada
beberapa kondisi, segenap saran seperti yang disebutkan sebagai contoh
diatas, bisa saja diterima karena cerita kehidupan yang selalu
disampaikan oleh sahabatnya, dianggap telah menyulitkan seseorang untuk
mampu menyampaikan hal-hal yang baik sebagai sebuah saran atau bahan
pemikiran.
Namun, segenap tindakan yang dimaksudkan sebagai pembenaran, belum tentu ada nilai-nilai kebenaran didalamnya.
Apabila
kondisi seperti ketiga contoh diatas memang terjadi, maka dapat
dikatakan, kalau saran seseorang kepada sahabat tersebut, justru telah
menyampaikan saran-saran yang bernilai “pembenaran.”
Contoh
saran diatas seharusnya baru muncul setelah melakukan hipotesis yang
tepat, benar, dan dapat dipertanggung-jawabkan karena apabila
saran-saran semacam itu selalu mengalir dari mulut seseorang kepada
sahabatnya sendiri pada saat sahabatnya sedang curhat tentang hal-hal
yang tidak menyenangkan, maka akan menimbulkan suatu pola pemikiran
yang menempatkan seorang sahabat tidak pernah benar dalam membina suatu
hubungan diluar dengan sahabatnya sendiri.
Seorang sahabat
seharusnya tidak menyampaikan saran agar sahabatnya pasrah saja pada
keadaan atau menyarankan sahabatnya berlari dari keadaan tidak
menyenangkan yang sedang dihadapinya.
Kenapa demikian?
Dalam
persahabatan, sudah sepatutnya seseorang tidak pernah lelah untuk
memberikan saran-saran atau bahan masukan pemikiran yang mendorong
serta menghadirkan ajakan agar selalu mencoba untuk memperbaiki
keadaan, selalu menyampaikan agar sahabatnya berpikir positif, selalu
memberikan alternatif jalan penyelesaikan masalah (bukan lari dari
masalah), dan selalu meminta sang sahabat agar merenungkan setiap alur
peristiwa yang sedang dihadapinya.
Seorang sahabat seharusnya
memberikan energi bagi sahabatnya, dan bukannya rajin menyampaikan
saran-saran yang tidak membuat sahabatnya untuk semakin bingung,
semakin menderita, semakin merasa terpojok, atau semakin sulit untuk
mengambil keputusan.
Siapa menjaga mulutnya, memelihara nyawanya, siapa yang lebar bibir, akan ditimpa kebinasaan. (Amsal 13 : 3)
IV. Penutup
Apabila kita ingin menjadikan diri kita seorang sahabat yang baik bagi sahabat kita, Firman Tuhan mengatakan :
Dan jadikanlah dirimu sendiri teladan dalam berbuat baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh dalam pengajaranmu. (Titus 2 : 7)
Setiap
orang seharusnya memiliki pengertian atau kesadaran diri untuk
menghargai posisi serta keberadaan orang lain, menghargai adanya
privasi orang lain (termasuk privasi dari seorang sahabat), dan
menghargai ungkapan hati orang lain yang sedang membutuhkan adanya
pihak yang mau mendengarkan keluh-kesahnya.
Nilai-nilai
kejujuran dan keterbukaan merupakan suatu kondisi yang harus dijalani
oleh setiap individu yang menjalin hubungan persahabatan dengan
individu yang lain, karena memang, meskipun tidak diucapkan, seseorang
bisa menilai bagaimana sikap bersahabat yang ditunjukkan oleh
sahabatnya.
Bagaimanapun adanya, satu nilai negatif yang
ditunjukkan oleh seseorang, akan mudah tertanam dalam benak pikiran dan
menjadi suatu hal yang sensitif apabila tidak disikapi dengan bijaksana.
Keadaan
yang seharusnya dibangun dalam hubungan persahabatan, bukan dimaksudkan
untuk saling menghancurkan atau membuat sahabat menjadi semakin berada
dalam dilema kehidupan.Setiap pribadi yang menjalin persahabatan
seharusnya menyadari, perilaku destruktif, cepat atau lambat, akan
menghancurkan hubungan persahabatan.
sikap yang tidak bersahabat
bisa dihindari untuk terjadi apabila masing-masing pihak menyadari
kalau sahabat bukanlah media atau sarana untuk menggapai kesenangan
pribadi, maupun menjalankan misi-misi tertentu yang dilaksanakan karena
adanya kepentingan yang ingin dijalankan.
Selayaknya,
persahabatan merupakan sebuah hubungan istimewa karena memang tidak
semua orang memiliki sahabat. Jadi, menghadirkan sikap tidak
bersahabat, yang dilandasi perilaku yang tidak konsisten dan egois,
bukanlah pilihan yang diambil karena seluruh elemen yang membuat sikap
tidak bersahabat ada dalam diri seseorang, bukanlah cerminan KASIH,
sebagai landasan perilaku pribadi-pribadi yang bersahabat.
Tuhan memberkati kita semua.
.Sarlen Julfree Manurung
- sarlen's blog
- 9314 reads