Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Antusias? Debat vs Khotbah
Beberapa waktu yang lalu, saat melihat siaran debat capres cawapres, saya deg-deg'an ketika capres mulai menjawab pertanyaan. Siapa pun capresnya, tentunya mereka ingin menjawab dengan benar dan diyakini oleh rakyat Indonesia bahwa mereka mampu membawa Indonesia menjadi lebih baik di masa depan. Banyak mata yang menatap tajam dan banyak telinga yang tak ingin lepas satu kata pun yang mereka lontarkan. Seakan-akan semua kata yang mereka susun sedemikian rupa menjadi penentu apakah rakyat akan memilihnya atau tidak. Yah, mungkin ini benar, tetapi ini peristiwa yang langka. Sudah berapa kali Indonesia mengadakan pemilu pilpres, tapi sepertinya kali ini sangat ... sangat berkesan. Hampir semua rakyat pasang mata dan telinga untuk mengikuti setiap gerak-gerik dan ucapan kedua capres, serta polah tingkah pendukung mereka di sela-sela aktivitas "padat" rakyat Indonesia.
Saya jadi ingat ketika di gereja, ketika pak pendeta berkhotbah pun kadang ada yang malas mendengarkan. Saya membayangkan bagaimana jika semua jemaat gereja mendengarkan perkataan pak pendeta dengan rasa antusias yang sama ketika mereka mendengarkan jawaban capres cawapres dalam debat tempo hari. Wah, pasti seru (mungkin) ... hehe. Coba deh dibayangin kalau misalnya jemaat di gereja hatinya dag dig dug, semua pasang mata dan telinga untuk menantikan pak pendeta akan ngomong apa ya ... hehehe. Tapi sayang, selama ini mungkin hanya sedikit sekali rasa antusias itu mampir di hati ketika pak pendeta mulai "berbunyi".
Bicara soal antusias atau tidak dalam mendengarkan khotbah, saya pikir ini bisa terjadi karena ada faktor "kebutuhan" juga. Kalau ada jemaat yang lagi mengalami tekanan ekonomi dan kebetulan khotbahnya tentang "berkat" ... haha, pasti akan antusias. Apalagi kalau pak pendeta bilang, "Jika saudara percaya, hari ini pun Anda sudah menerima berkat-berkat itu ... bla bla bla." Tidak salah sih, tapi ya itu tadi ... "kebutuhan", kebutuhan yang disesuaikan dengan suasana hati atau kondisi saat itu.
Saya tidak tahu persis harus bagaimana merespons khotbah di gereja, tapi yang saya tahu adalah khotbah adalah menyampaikan firman Tuhan. Jadi, jemaat harus antusias meski topiknya sesuai/tidak dengan keadaan kita saat itu. Tidak peduli lagi sedih, susah, senang, galau, miskin uang, kaya, bete, dll., firman Tuhan tetaplah firman Tuhan. Penting untuk didengar, apalagi dilakukan. Hemmmmm .... saya juga berharap kalau pasangan capres cawapres Indonesia juga selalu mendengar perkataan mereka sendiri dan melakukannya sebagai bukti.
God's will be done
- tilestian's blog
- Login to post comments
- 4957 reads