Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace
Loyality Levels
Sewaktu mempersiapkan bahan presentasi Consumer’s Loyality Levels, saya membagi secara sederhana kesetiaan konsumen terhadap sebuah produk dalam 4 tingkat: pemerhati, pengguna, pembela, promotor. Setelah berulang kali menelisiknya, saya melihat ada kemiripannya dengan tingkat kesetiaan kita terhadap Junjungan kita. Mirip tidak berarti persis, karena campur tangan Allah dalam kesetiaan kita kepada-Nya tidak bisa diabaikan dan juga tidak bisa diprediksi kapan terjadi.
1. Pemerhati Iman
Bila sebuah produk baru dipasarkan, maka misi unit pemasaran adalah menciptakan brand awareness setinggi-tingginya dalam waktu sesingkat-singkatnya. Brand awareness adalah banyaknya orang yang tahu akan keberadaan sebuah produk.
Untuk mengukur jumlah tingkat pemerhati ini, dipergunakan jasa riset yang independen. Karena itu jangan takut bila suatu saat ketika Anda berjalan-jalan di tempat ramai mendadak dihentikan seseorang yang memperkenalkan diri dari perusahaan riset dan bertanya, “Bisa Anda menyebutkan seri terbaru hape merek Anu?” Atau, “Sebutkan dengan cepat 3 iklan di televisi yang Anda ingat.” Dalam “misi suci” ini periklanan dan kegiatan promosi dilakukan dengan gencar.
Dalam pemberitaan Injil, langkah awal ini bisa dilihat dari keberadaan sekolah Kristen, rumah sakit Kristen, radio Kristen, yayasan sosial Kristen dan semacamnya. Yang perlu dipertanyakan saat ini adalah, apakah kegiatan-kegiatan ini telah menghasilkan “Christ awareness” yang tinggi?
Pernah sebuah iklan di televisi bercerita tentang seorang pemuda yang sedang memijat gadis cantik di sebuah pantai terkenal di Amerika. Mimik wajahnya menunjukkan ia sangat menikmati aktivitasnya yang aduhai ini. Di akhir iklan baru pemirsa tahu pemuda itu sedang melamun. Kenyataannya, ia sedang memijat-mijat adonan roti. Hampir setiap responden yang ditanya iklan tivi apa yang paling diingatnya, pasti pertama-tama menyebut yang ini. Kata teman yang bekerja di perusahaan, advertisement awareness-nya di atas 95%. Ini fantastik karena berarti hampir setiap pemirsa tivi – pria atau wanita, anak atau lansia – menyukainya. Tetapi sayang, brand awareness-nya di bawah 15%. Artinya, orang yang melihat dan mengingat iklan ini banyak yang tidak tahu barang apa yang dipromosikannya. Akibatnya, di pasar barang ini tidak laku sehingga ditarik. Tragedi ini terjadi karena iklan ini menampilkan produknya hanya sekejap di bagian akhir. Kasus ini menjadi pelajaran yang berharga bagi mereka yang bekerja di periklanan. Yaitu, jangan terlalu asyik dengan ilustrasi, pengantar atau pernik-pernik asesori sehingga pesan utama yang harus disampaikan terabaikan. Bukankah kotbah di gereja juga rentan terhadap kesalahan seperti ini?
Tragedi ini bisa terulang pada piranti-piranti pembentuk Christ awareness. Sebuah gereja menyelenggarakan poliklinik umum di dalam halamannya. Laris manis karena biayanya murah. Tetapi suasana kegiatan ini bila tidak berbeda dengan puskesmas pemerintah akan membuat mereka yang datang tidak aware (sadar) sedang berada dalam kawasan gereja. Misalnya, petugas administrasinya galak, dokternya cuek. Christ awareness bisa diciptakan apabila para petugasnya punya keramahan plus dan always smiling; lagu rohani Kristen dikumandangkan lewat pengeras suara; disediakan bacaan-bacaan Kristen yang bisa dibaca di ruang tunggu dan boleh dibawa pulang bila mereka menyukainya.
Di sebuah warung makan, ketika tahu saya orang Kristen, perempuan separuh baya itu tanpa permisi langsung bersaksi. Sakit pinggangnya yang menahun disembuhkan dalam sebuah KKR oleh seorang penginjil dan tidak pernah kambuh lagi. Karena seringnya ia mengikuti KKR, ia hafal nama-nama penginjil berkarunia melakukan mukjizat penyembuhan. Ia sudah menjadi anggota sebuah gereja, tetapi ia lebih sering ke gereja-gereja lain untuk mendengar kotbah pendeta-pendeta berkarisma. Sepanjang pembicaraan, ia tidak menyebut nama Yesus atau menceritakan berkat Tuhan Yesus dalam hidup kesehariannya. Sering kali kehebatan supranatural seorang penginjil malah membuat orang yang dilayaninya hanya melihat dirinya saja. Dalam kasus-kasus seperti ini, Christ awareness sangat rendah karena tertutup oleh kilau karisma penginjil.
Sering ketika orang membicarakan sekolah Kristen, yang diperdebatkan adalah apa bedanya dengan sekolah lain. Saya pernah makan siang di warung yang menempel di pagar sebuah SMP Kristen. Hampir semua pelanggannya adalah siswa sekolah itu. Kata-kata cabul dan sadis akrab di mulut mereka, sehingga saya merasa sedang makan di sarang preman. Christ awareness di sini nol. SMP ini masuk siang dan siswanya berasal dari ekonomi lemah. Jumlah siswanya makin susut karena orangtua yang kurang mampu lebih suka memasukkan anaknya ke sekolah lain yang perilaku siswanya jauh lebih baik daripada para preman kecil ini.
Waktu saya masih siswa SD di sebuah sekolah Kristen, guru saya sering melakukan penyelewengan. Setiap jam pelajaran lamanya didiskon 5 menit, sehingga ketika seluruh pelajaran telah selesai ia punya waktu sisa paling tidak 30 menit. Apakah siswa kemudian boleh pulang lebih awal? Tidak! Waktu sisa itu dipergunakan untuk bercerita tentang Tuhan Yesus, mengajar perilaku Kristen dalam hidup sehari-hari, atau mengajar lagu Kristen. Karena itu, walaupun saya belum pernah ke Sekolah Minggu, saya tahu siapa itu Tuhan Yesus.
“Ketika saya menikah, saya pikir tidak sulit mengajak suami saya masuk gereja,” kisah seorang ibu anggota GKJ dalam sebuah persekutuan doa yang saya hadiri. “Kenyataannya, sampai kami memiliki 2 orang anak, ia tidak mau ikut saya ke gereja. Tetapi ia baik sekali. Ia mengantar saya dan anak-anak sampai pagar gereja. Ia menunggu di luar. Bahkan bila saya pergi kebaktian tengah malam, ia tidak mengijinkan saya memakai taksi. Ia mengantar dan menunggui saya. Karena itu saya tidak lagi membujuknya masuk gereja. Saya tahu, ia telah banyak berkorban. Saya dan anak-anak sangat mengasihinya dan menghormatinya.
Desember tahun lalu, setelah menjemput anak-anak dari Natal Sekolah Minggu, ia menanyai mereka apa saja yang mereka lihat. ‘Kamu senang?’ ia bertanya. Anak-anak mengiyakan. Tanggal 24 malam ia mengantar saya ke kebaktian malam. Setelah mobil diparkir, seperti biasa, baru saya berpamitan. Jantung saya hampir berhenti ketika ia bertanya apa ia boleh ikut saya masuk ke dalam gereja. Duh Gusti, itulah yang saya minta dalam doa malam saya selama belasan tahun. Waktu lampu dipadamkan, lilin-lilin di tangan jemaat dinyalakan, lagu Dalu Suci dinyanyikan, saya tidak bisa ikut menyanyi. Saya menangis.”
Kita telah ikut berperan aktif dalam penginjilan apabila dalam kehidupan sehari-hari, juga ketika mencari nafkah, kita bersedia berkorban menjadi piranti pembentuk Christ awareness. Strategi “penginjilan tanpa kata” inilah yang dimaksud oleh Petrus ketika menulis “Demikian juga kamu, hai isteri-isteri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman (logos), mereka juga tanpa perkataan (logos) dimenangkan oleh kelakuan isterinya” (1 Petrus 3:1).
2. Pemilik Iman
Setiap orang yang hadir dalam ibadah Minggu adalah orang dengan status ini. Mereka ada di tingkat ke-2 kesetiaan: pemilik, pengguna, user. Mereka telah memiliki Yesus. Mereka pemilik iman.
Tetapi status ini masih labil dan mudah kembali ke tingkat pemerhati. Pernahkah pengurus gereja menghitung berapa banyak anggotanya yang sudah tidak mau lagi datang ke gereja? Tingkat kerawanan ini bisa diketahui bila kita dengan jujur menjawab pertanyaan “Mengapa Anda mau dibaptis?”. Karena maunya sendiri, atau karena paksaan ortu, suami atau isteri, mertua, atau pacar? Atau untuk memperbanyak relasi bisnis?
Status kesetiaan di tingkat ini sangat labil karena motif konsumen dalam memakai sebuah produk masih lemah sehingga mudah berganti merek. Karena itu produsen terus melakukan kegiatan promosi untuk mencegah mereka pindah ke merek lain. Ada yang memperbarui kemasan secara berkala agar konsumen tidak bosan. Ada yang mengadakan undian atas bekas bungkus yang dikirim. Ada yang langsung mencantumkan hadiah di balik kertas kemasannya.
Strategi ini bisa diadopsi gereja dengan mengundi nomor sampul persembahan jemaat. Hadiah pertama 50 kali uang yang dipersembahkan, hadiah kedua 25 kali, hadiah ketiga 10 kali dan 10 hadiah hiburan masing-masing mendapat 5 kali uang yang dipersembahkannya. Atau bila keuangan belum kuat, cukup menyediakan door prize. Tetapi mengapa belum ada gereja yang melakukan ide brilian saya ini? Tahu mengapa?
Karena mereka yakin jemaat akan kecewa bila yang diiklankan berbeda dengan barangnya. Labelnya “susu bervitamin” tetapi isinya “susu dimelamin”. Harapannya tubuh jadi gemuk dan sehat, kenyataannya tubuh malah jadi kurus dan sakit-sakitan. Susu kok dimelamin. Emangnya furniture?
Dalam sebuah seminar Creative Thinking ketika membahas Inovasi Produk (memperbarui produk yang telah ada), setiap peserta diminta memikirkan 1 inovasi untuk produk yang ada di pasar. Sesi ini heboh karena banyak kreativitas yang lucu bin konyol dan asal banget. Seorang peserta punya ide “baygon rasa durian”. Lumayan, komentar yang lain, bisa memberikan kenikmatan terakhir bagi mereka yang bosan hidup. Tiba giliran saya, “aqua rasa stroberi,” kata saya. “Bodoh!” seorang teman langsung menerkam, “itu kreativitas tanpa otak.” Mengapa saya bodoh? “Karena,” ia menjelaskan, “aqua sudah terlanjur memiliki citra air yang paling bersih. Jika dicampur bahan kimia, mana bisa pakai nama aqua lagi?”
Beberapa tahun kemudian sebuah perusahaan memasarkan produk baru “air mineral rasa buah”. Saya tidak tahu mengapa ide saya bisa sampai ke perusahaan itu padahal saya ingat betul dalam seminar ini tidak ada peserta yang berasal dari perusahaan air mineral. Bodoh kok ditiru. Dan betul, produk baru itu tidak bertahan lama. Tidak laku! Dan sekarang perusahaan air mineral makin membuat konsumen bingung. Sementara PBB sedang berusaha mempersempit lobang ozon yang menyelimuti bumi, perusahaan-perusahaan ini malah memasukkan ozon ke dalam jutaan botol air mineral setiap hari. Pantas saja bumi makin panas sehingga produk mereka makin laku.
Gereja juga melakukan inovasi tanpa batas untuk mempertahankan jumlah jemaatnya. Dalam kebaktian, lagu-lagu pop dinyanyikan setelah syairnya dirohanikan. Bahkan ada yang dikarang oleh musisi non-Kristen dinyanyikan apa adanya di gereja saya. Singer tampil glamor dalam ritme menghentak ditemani penari latar menduniawikan lagu-lagu rohani. Ada jemaat yang bingung dan bertanya, “Kita ini sedang ada dalam gereja atau gedung pertunjukan?” Embuh!
Seorang pastor dengan sedih dalam sebuah Diskusi Musik Gereja (UKSW, 18 Mei 2005) bercerita ada sebuah gereja Katolik di Jawa Tengah yang mendadak saja berlimpah umatnya. Apa kiatnya? Pimpinan gereja mempersilakan orang-orang muda berkreasi, berpuisi, berekpresi seturut inspirasi mereka. Akibatnya liturgi baru disusun untuk memberi tempat lagu-lagu yang sesuai selera kaum muda. Karena paroki-paroki lain kuatir jemaat mudanya berpindah ke “gereja kaum muda” itu, mereka ramai-ramai menyelenggarakan EKM (Ekaristi Kaum Muda). Sewaktu beliau diutus ke sana, ia melihat banyak anak muda di halaman gereja. Ada yang duduk di rumput, ada yang dalam mobil, ada yang nangkring di sepeda motor sambil merokok. Mereka bernyanyi gembira, bertepuk tangan dan melompat-lompat. Ini ekaristi apa ektasi? Akhir cerita, keuskupan mengirim surat cinta ke gereja ini. “Aqua rasa vodka” tentu bukan aqua lagi. Gereja yang digarami oleh dunia, apakah masih bisa disebut gereja? Kalau dulu kita sering ditanya “gerejamu gereja apa?” sekarang bisa saja kata-katanya terbalik-balik menjadi “gerejamu apa gereja?”.
Jika sebuah produk sering berganti kemasan dan pesannya, apakah konsumen tidak bingung? Dulu saya sering mengkonsumsi Hemaviton untuk menghilangkan rasa lelah. Tetapi semenjak pesan promosinya berubah, dan citra baru ini ditayangkan tivi dalam iklan yang seronok-nok, saya tidak lagi mengkonsumsinya. Saya tahu komposisi obat itu tidak berubah. Tetapi saya risih melihat gadis penjaga konter obat di supermarket senyum-senyum ketika saya menunjuk obat itu. Saya curiga ia berpikir, “Warna rambut sudah kayak zebra cross kok ya masih jreng-jrengan.”
Karena itu saya tidak sependapat dengan mereka yang mengatakan, “Silakan merubah musik dan lagu, tata ibadah atau yang lain-lainnya, asalkan tidak merubah Firman yang dikotbahkan.” Di dalam gereja, Firman itu tidak hanya ada dalam kotbah, tetapi juga dalam lagu, musik, tata ibadah dan gerak organisasi gereja. Dari awal sampai akhir kebaktian, dalam gairah meng”inovasi” segala sesuatu, kesadaran jemaat akan kehadiran Kristus tidak boleh diperkecil, terlebih lagi dihilangkan. Karena itulah yang dimaui oleh pemilik iman.
Bahkan, ketika orang baru melangkah masuk ke halaman gereja seharusnya ia sudah melihat Kristus. Para penatua dengan wajah sumringah menyongsong mereka, menyalami dan menanyakan keadaannya. Ada gereja-gereja kecil yang mempersilakan mereka minum teh dulu yang disediakan di sudut halaman yang ditunggui oleh petugas-petugas yang trampil bicara. Mereka adalah “informan” penatua yang nantinya memberikan masukan jemaat mana yang perlu segera dilawat.
3. Pembela Iman
Pernah dengar istilah clubbing? Clubbing adalah acara kumpul-kumpul perusahaan dengan konsumennya. Acaranya bisa berupa arisan, anjangsana ke pabrik, piknik bersama, dan sebagainya yang semuanya menuju ke satu arah. Yaitu, membentuk sebuah komunitas konsumen yang yakin akan keunggulan produknya sehingga menjadi “pembela” produk itu. Ide clubbing motor gede Harley Davidson sekarang juga ditiru oleh dealer mobil merk tertentu yang pada hari-hari libur sering mengumpulkan para pemilik mobil (dengan mobilnya yang bermerek itu tentunya) untuk beriringan panjang melaju di jalan raya menuju tempat-tempat wisata. Clubbing di Indonesia dikenal dengan sebutan Consumer Community atau Consumunity, misalnya Honda Vario Club, Mio Club, Nokia Communicator Club.
Seorang anggota clubbing bisa menjawab pertanyaan “mengapa Anda memilih produk ini, tidak produk lain” dengan menceritakan keunggulannya yang di atas produk merek lain. Apakah Anda sebagai orang Kristen sudah berada di tingkat ini?
Jika ada yang bertanya, bisakah Anda menjelaskan mengapa Allah orang Kristen ada tiga? Jika Yesus itu Anak Allah, siapakah istri Allah? Bila Allah tahu seorang bayi yang baru lahir kelak dihukum mati karena jadi exportir narkoba, mengapa Tuhan Yang Mahakasih dan Mahapenyayang membiarkan ia dilahirkan? Bagaimana Anda bisa menyebut Allah Anda adalah mahakasih bila tsunami Aceh juga membunuh banyak orang Kristen dan memusnahkan banyak gereja di Meulaboh? Anda mengatakan bahwa begitu meninggal, roh manusia langsung masuk surga atau neraka. Bisakah Anda menjelaskan mengapa ada orang Kristen yang bermimpi bertemu dengan almarhumah ibunya yang bisa menjelaskan rahasia-rahasia pribadinya?
Apakah Anda akan masuk neraka bila selama setahun tidak memberi persembahan persepuluhan? Bukankah Allah orang Kristen ikut berperan menaikkan tingkat kriminalitas karena menjanjikan pengampunan tanpa batas? Bila seorang mempunyai 2 isteri, ketika menjadi Kristen apakah ia harus menceraikan dan melupakan isteri keduanya dan anak-anak yang dilahirkan oleh perempuan ini? Apakah salah seorang anak mengangkat hio di depan peti jenazah ayahnya demi menyenangkan hati keluarga yang belum percaya Yesus? Apa salahnya seorang anak menyelenggarakan bidston penghiburan pada hari ke-3, hari ke-7, hari ke-40, hari ke-100 setelah ayahnya meninggal?
Gereja menyadari bahwa tugas evangelisasi harus diikuti tugas mendidik jemaat (didache). Tanpa yang kedua ini, gereja hanya memiliki kuantita tanpa kualita. Karena itu gereja mengadakan acara clubbing, kumpul-kumpul untuk menggali keunggulan-keunggulan iman Kristen. Sudahkah kita menghadirinya? Yaaaa, nanti sajalah. Mengapa? Habis, majelisnya saja tidak datang, masak saya harus datang. Tetapi ini kan untuk kepentingan Anda? Kan gak sopan kalau kita jemaat awam nanti lebih pandai daripada majelisnya.
Pernyataan di atas jelas tidak benar karena hanya mencari-cari alasan. Tapi ada tersirat sesuatu yang menyedihkan. Yaitu, bagaimana pengurus gereja bisa mendidik jemaatnya bila ia sendiri tidak mau dididik, atau duduk mendampingi mereka? Mudah-mudahan tidak terjadi ada majelis Gereja Kristen yang karena ketidaktahuannya usul agar perjamuan kudus demi penghematan tenaga, dirubah menjadi seperti yang di Gereja Katolik sehingga hanya pendeta yang minum anggur. Tidak tahu perbedaannya? Nah, hadirilah PA agar bisa menanyakannya kepada pendeta Anda.
Jangan kita berpuas diri menjadi pemilik iman tanpa mengetahui kehebatan iman yang kita miliki. Suatu saat kita bisa tergoda untuk menukarnya dengan yang lain. Seperti seorang anak yang mengira hape hadiah ortunya hanya bisa untuk menelepon dan SMS saja, menukarnya dengan yang bisa memotret. Padahal hape hadiah itu bisa untuk memotret, merekam lagu dan video, internetan, menyimpan seluruh isi Alkitab, bahkan bisa melihat orang yang sedang menelepon kita. Sayang ‘kan bila karena ketidaktahuan akibat malas membaca buku petunjuknya, kita menukar barang canggih dengan barang lain yang kegunaannya sangat terbatas. Karena itu selidikilah iman yang telah kita miliki. Cermatilah “Buku Petunjuk”nya untuk menemukan kehebatan-kehebatannya sehingga kita bisa dengan yakin berseru, “Iman yang aku miliki betul-betul luar biasa!”
4. Duta Iman
“Kalau mau beli sepeda motor, belilah merek seperti yang aku pakai ini. Tiga tahun tidak pernah rewel. Paling hanya ganti busi dan kanvas rem. Di tanjakan tarikannya kuat. Bensinnya irit. Harga jual bekasnya tinggi,” kata seseorang kepada temannya.
Orang seperti ini kesetiaannya sudah ada di tingkat promotor, duta atau ambasador. Tanpa bayaran, tanpa komisi, ia berkampanye. Motifnya? Ia merasa puas terhadap produk yang dipakainya. Bahkan sangat puas, sehingga ia ingin orang lain juga ikut merasakannya.
Jika ingin kesetiaan iman Anda mencapai tingkat duta, lakukanlah langkah-langkah ini. Sering-sering kumpul dengan teman-teman untuk melatih ketrampilan berbicara. Hadirilah persekutuan rohani di mana ada acara bersaksi. Berbicaralah, saksikanlah berkat Tuhan dalam hidup Anda. Ini akan membuat Anda berani berbicara kepada orang lain. Jadilah guru Sekolah Minggu untuk berlatih berbicara berdasarkan Firman Tuhan. Terakhir, seorang diri kunjungilah teman yang sakit untuk berlatih berkomunikasi dalam situasi sulit. Bila semua ini telah Anda lakukan, sebetulnya Anda sudah menjadi duta iman. Bagaimana bisa?
Ketika Anda mengajar SM, apakah hanya anak-anak yang mendengar perkataan Anda? Tidak. Orang tua atau pengantar mereka yang duduk di luar kelas ikut mendengarnya. Jika suatu saat ada di antara mereka ingin berbicara dengan Anda, sediakanlah waktu, sediakanlah hati. Sering saya melihat ada orang tua yang lama berbincang-bincang dengan guru SM anaknya. Ternyata mereka curhat, menceritakan masalah keluarga yang sedang menghimpit. Pada saat inilah seorang guru SM mendapat kesempatan untuk menjadi duta iman.
Ketika Anda mengingatkan teman yang terbaring di rumah sakit akan kasih setia penyertaan Tuhan, tak adakah telinga lain yang menangkap kebenaran Injil ini? Ketika Anda berpamitan, sempatkanlah melihat tetangga teman Anda yang sedang berbaring dalam kesendirian. Adakah matanya tersaput rindu mendengar Anda berbicara kepadanya? Sempatkanlah menyapanya. Luangkanlah waktu sejenak untuk bertukar kata dengannya. Dan kemudian, tanyakanlah apakah Anda boleh memanjatkan sebuah doa untuk kesembuhannya menurut iman Anda.
Setiap orang punya potensi menjadi Christ’s ambassador asalkan ia mau bertindak.Jika selama ini Anda adalah pembela iman, berkata bila ditanya (responsif), sekarang saatnya untuk berkata tanpa ditanya (proaktif). Tuhan mau menerima kita apa adanya, tetapi Tuhan tidak mau kita menjadi apa adanya. Karena itu, come on, take one step forward.
(selesai)
Belum ada user yang menyukai
- Purnomo's blog
- 5420 reads
Ngomong-ngomong soal Ozon
Salam,
Tulisan Purnomo yang sangat bagus. Saya hanya mau komentar soal Ozon nih.
Purnomo said:
Dan sekarang perusahaan air mineral makin membuat konsumen bingung. Sementara PBB sedang berusaha mempersempit lobang ozon yang menyelimuti bumi, perusahaan-perusahaan ini malah memasukkan ozon ke dalam jutaan botol air mineral setiap hari. Pantas saja bumi makin panas sehingga produk mereka makin laku.
Deta:
Ozon secara luas digunakan sebagai disinfectant oleh industri minuman dan makanan sebagai pembunuh kuman-kuman penyakit.
Ozon sebagai disinfectant diperoleh dengan mengubah Oksigen (O2) yang diperoleh dari udara menjadi Ozone (O3) dengan menggunakan alat yang disebut Ozone Generator. Ozon bersifat sebagai oksidator dan tidak stabil karena dalam beberapa waktu kembali menjadi O2 kembali.
Alasan penggunaan Ozone sebagai disinfectant adalah karena Ozone bersifat oksidator kuat, biaya produksinya murah dan tidak merusak kesehatan atau lingkungan.
Adapun Ozon di atmosfir menjadi menipis adalah akibat ulah manusia yang menggunakan bahan CFC sebagai bahan untuk AC, Refrigerator dan dalam produk spray seperti obat nyamuk semport, pewangi ruangan semprot dan lain2. Bahan CFC bereaksi dengan Ozone, sehingga Ozone menjadi berkurang. Jadi sebaiknya jangan pakai produk2 itu lagi deh..
Jadi industri minuman mineral sama sekali bukan penyebab ozon menipis lho..
Debu tanah kembali menjadi debu tanah...
@Deta/Pig-pink: Ini serius apa bercanda?
“Penulis blog ini (si ‘Purnomo’) adalah seorang yang sangat 'hobby' menyindir. Tulisan2nya selalu 'miring'2. Menempatkan diri sebagai seorang yang sinis sekaligus melawak. Tipe2 yang, buat gue, susah ditebak. Kata2 nya selalu mengambang dan seakan mengundang untuk bisa di-interpretasikan dari berbagai sudut.”
www.akupercaya.com/forums/diskusi-general/13610-gereja-butuh-orang-jahat.html
Itu komentar pintar karena memang begitulah saya dalam dunia nyata. Ketika saya mengutarakan sebuah ide sering teman-teman bingung sehingga bertanya “Kamu serius apa bercanda?” Dalam mengutarakan hal-hal yang serius sering saya lakukan sambil berhahahihi. Sebaliknya ketika mempresentasikan kisah lucu wajah saya serius.